Sabtu, 07 Januari 2012

PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA BUDAYA SUKU JAWA


 ANGGOTA KELOMPOK :
1.    HANAN                : 15509201
2.    IRES DWI IFTITAH     : 14509916
3.    JOHANES ADITYA       : 11509096
4.    PRILLA RAHMANISSA    : 12509561
5.    SIFA FAUZIANTI       : 15509572



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DESEMBER 2011


I.    Pendahuluan
A.    Latar Belakang Masalah
Banyak faktor yang menentukan daya saing, seperti teknologi, sumber daya manusia, prasarana, lingkungan, atau budaya. Masalah daya saing bukan hanya menyangkut industri dan perdagangan. Budaya merupakan salah satu pilar daya saing daerah yang sangat penting. Budaya yang khas akan menjadi produk yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Ketertarikan suatu masyarakat terhadap budaya tertentu akan berpengaruh pada peluang yang lain. Budaya yang manakah yang bisa dijadikan daya saing daerah ?
Membicarakan kebudayaan, yang manakah yang menjadi sasaran program pembangunan kebudayaan. Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama: Kebudayaan material dan Kebudayaan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Menurut Edward B. Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak. Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. Aktivitas (tindakan) adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan. Artefak (karya) adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Suatu kebudayaan dikatakan bernilai tinggi apabila dia mampu menjawab tantangan yang ada dengan bertanggung jawab. Kebudayaan tidak diam, tetapi bergerak, tumbuh dan berkembang. Kebudayaan memang harus memiliki challenge agar kebudayaan itu hidup, tetapi challenge harus diimbangi dengan response. Jika dikatakan bahwa suatu budaya tak boleh dipengaruhi oleh budaya lain diluarnya, atau dilindungi dari pengaruh globalisasi, maka sama saja, menurut Tom G. Palmer, menggiring budaya tersebut keambang kehancuran.
Akan tetapi, ketika kebudayaan lain tersebut justru mengancam peradaban masyarakat lokal, apa kita perlu menyambut dan merangkul dunia global atau justru kita mengisolasi diri dengan budaya lain.
B.    Tinjauan Pustaka
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya:
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" d Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
C.    Fenomena yang Terjadi pada Masyarakat Jawa
Menjadi fenomena tersendiri bagi sebagian besar Suku Jawa di Indonesia dalam menjalani kehidupan sehari-sehari yang senantiasa berjalan seiring pengaruh globalisasi dibidang ekonomi, sosial dan budaya. Orang di pulau jawa yang hingga kini masih mengakui kejawaannya misalnya didaerah Jawa Tengah dan Jawa Timur, walau di Jawa Timur sendiri terdiri dari berbagai suku misalnya Suku Madura yang banyak tinggal di Pulau Madura, di Surabaya, Lumajang, dan di Jember. Sedangkan Suku Tengger yang hanya tinggal di Pegunungan Tengger dan Bromo, Suku Samin di pedalaman Pegunungan Kendeng. Kedua suku terakhir agak sulit tersentuh dengan teknologi dan gaya hidup masa kini tapi tidak juga dikatakan Primitif.
Tidak ada penjelasan dan penelitian yang jelas tentang keterangan bahwa Suku Samin adalah keluarga Suku Badui yang banyak hidup di Jawa Barat.
Pola hidup Suku Jawa yang bisa beradaptasi mengikuti perkembangan jaman membuat beberapa dampak baik positif maupun negatif.
Dalam sejarah Indonesia tidak diketemukan semacam Restorasi Meiji seperti di Jepang. Masyarakat jawa hidup lebih banyak belajar dari gaya hidup bangsawan kerajaan, belajar dari para cendekiawan, belajar dari ajaran para pahlawan, dan belajar dari penderitaan alam penjajahan kolonialisme, belajar dari bertapa dan mendapatkan semacam “wangsit”, Kaisar Meiji mendapatkan wangsit untuk memasukkan ajaran teknologi dalam kurikulum hidup budaya Jepang kemudian “kebijakannya itu“ tidak akan ada yang membantah karena dianggap anak dewa oleh rakyatnya. Sedangkan orang jawa sejak dari leluhurnya belajar untuk tidak menyembah berhala dan memberhalakan manusia, melainkan mengenal diri dan mengenal Tuhannya sehingga akhirnya membangkitkan kesadaran secara bersama-sama dan kolektif sehingga sangat sulit mencari “induk suku jawa” yang kemudian bisa dikemudikan oleh penjajah. Inilah sebabnya tidak diketahui siapa awal yang merestorasi kehidupan jawa hingga seperti ini.
Rambut gembel di Wonosobo, Jawa Tengah, bisa dilihat sebagai sebuah fenomena unik. Beberapa sumber lisan menyebutkan rambut gembel hanya terjadi pada anak-anak Wonosobo dan sekitarnya. Sedang kajian peneliti tak banyak karena minimnya literatur yang membahas tema ini. Tradisi lisan yang masih menggenggam erat.
Masyarakat Wonosobo percaya bahwa rambut gembel bukan karena faktor keturunan karena bisa tumbuh pada siapa saja. Disebut rambut gembel karena model rambutnya mirip gelandangan yang tidak pernah mencuci rambut, tapi di Wonosobo rambut gembel muncul secara alami. Ketika rambut gembel akan tumbuh --begitulah kata para sumber-sumber lisan-- biasanya anak terserang panas yang tinggi selama beberapa hari. Setelah itu, beberapa helai rambutnya menjadi kusut dan menyatu. Dan anak yang berambut gembel harus diruwat melalui sebuah perayaan ritual; ruwatan rambut gembel.
Masyarakat Wonosobo percaya bahwa anak yang berambut gembel merupakan keturunan Ki Kaladete, yang diyakini merupakan salah satu dari 3 pendiri kota Wonosobo. Berbagai mitos memang melatarbelakangi rambut gembel. Ada yang menyebut rambut ini merupakan rambut Kurawa yang hidup di alam para dewa, lalu secara turun-temurun tumbuh kepada anak cucunya hingga Ki Kaladete, yang hidup di alam manusia.
Versi lain menyebutkan suatu kali Ki Kaladete bersumpah tidak akan memotong rambutnya dan tidak akan mandi sebelum desa menjadi makmur dan sejahtera. Kelak kalau keturunannya mempunyai ciri rambut gembel, ini menjadi pertanda desanya akan mengalami kemakmuran.
Ada banyak mitos lain; anak berambut gembel merupakan anak kesayangan Nyi Roro Kidul, penguasa Pantai Selatan. Dan masyarakat Wonosobo memang masih sering ikut ritual-ritual yang dilakukan oleh keraton Yogyakarta untuk Nyi Roro Kidul. Sementara yang lain menyebutkan anak rambut gembel merupakan anak titisan Keling yang menjadi anak kesayangan ”dayang” yang mendiami kawasan Dieng.
Orang tua yang memiliki anak berambut gembel harus memperlakukan anaknya secara istimewa karena bisa mendatangkan rejeki. Jika tidak maka akan terjadi malapetaka. Khususnya ketika anak akan diruwat, orangtua harus memenuhi segala permintaan, yang harus dibawa ketika ruwatan berlangsung. Jika permintaan tersebut tidak dipenuhi maka akan mengalami sakit-sakitan, bahkan bisa berujung kematian dan orangtuanya pun akan mengalami malapetaka. Ritual ruwatan dimulai dengan memandikan anak berambut gembel dahulu oleh dukun pemimpin upacara. Air untuk memandikan biasanya diambil dari tempat-tempat keramat --di daerah Dieng air tersebut diambil dari Gua Sumur. Ada banyak perlengkapan yang dibutuhkan dalam ruwatan. Barangkali di setiap daerah memiliki perbedaan. Tapi unsur penting dalam sesaji adalah kepala kambing, ingkung ayam, nasi tumpeng, bunga mawar, jajan pasar, bubur merah putih dan buah-buahan. Sesaji tersebut biasanya berwujud tumpeng yang dihias oleh buah-buahan dan jajanan pasar. Nasi tumpeng tersebut melambangkan kepala, sedangkan untaian buah-buahan dianggap sebagai rambut gembel.
Sebelum pemotongan rambut gembel ada 2 ritual penting. Pertama --setelah dukun berdoa--, diadakanlah upacara yang lazim disebut tradisi Andha Kencana (ondo langit). Dalam upacara ini si anak diminta menaiki sebuah tangga yang terbuat dari tebu ireng dan anak tangganya dari buah pisang raja. Harapannya si anak mendapatkan pekerjaan yang mulia.
Kedua, upacara midhang. Dalam upacara ini si anak mengelilingi sesaji, lalu dia mengambil makanan kesukaannya yang terhidang di sesaji. Harapannya si anak dapat mencari penghasilan hidup sendiri. Setelah upacara tersebut selesai, ruwatan dilanjutkan dengan ritual cukur rambut. Ritual dimulai dengan memasukkan cincin ke setiap helai rambut gembel dan sang dukun mencukurnya satu per satu. Rambut yang telah dicukur tersebut dibungkus dengan kain putih, kemudian dilarung di sungai atau telaga.
Dengan ruwatan rambut gembel, maka bencana sudah dibuang dan si anak menjadi sumber berkah bagi masyarakat sekitarnya, seperti leluhurnya Ki Kaladete. Situasi selamat dalam ruwatan rambut gembel tercapai jika rambut gembel si anak tidak tumbuh lagi dan dia tumbuh menjadi anak yang tidak sakit-sakitan lagi.
Sedangkan, situasi tidak selamat terjadi ketika si anak menjadi sakit-sakitan, bahkan bisa berujung pada kematian. Namun, apabila dia tetap diruwat tanpa permintaannya sendiri --dan syaratnya tidak dipenuhi-- dia pun tetap tidak selamat dengan pertanda rambut gembel akan tumbuh lagi dan akan kembali sakit-sakitan. Seharusnya anak tersebut yang menghendaki, sedang keluarga yang mengusahakan, sementara sang pemimpin upacara meminta restu dari Kaladete, Nyi Roro Kidul dan roh-roh penunggu sebab.
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik dari segi teoritis dan praktis :
1.    Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan Ilmu Psikologi, khususnya bagi Psikologi Lintas Budaya mengenai unsur kebudayaan jawa yang kini dirasa mulai memudar.
2.    Manfaat praktis
Harapan peneliti dengan dilaksanakannya penelitian ini, dapat menambah pengetahuan, pemahaman dan wawasan mengenai unsur kebudayaan jawa baik bagi orang lain atau subjek sendiri yang mungkin kelak berguna di masa yang akan datang.
E.    Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. Penelitian kualitatif melakukan penelitian dengan latar belakang ilmiah.


II.    Hasil Penelitian
Kami melakukan wawancara kepada dua orang yang memiliki latar belakang dan dibesarkan dalam kebudayaan Jawa.
Tanya    : Apa yang menarik dari Budaya Jawa ?
Jawab    : Budaya jawa itu klasik, anggun, lemah lembut. Menunjukkan kelembutan
Tanya    : Sistem kepercayaan apa yang lebih banyak dianut oleh Budaya tersebut ?
Jawab    : Kejawen, kebudayaan yang akhirnya mengubah bentuk Islam jadi seperti adanya ritual
Tanya    : Karakter seperti apa yang biasa dimiliki oleh budaya Jawa ?
Jawab    : Sopan, keras tergantung orangnya. Kalo di pesisir keras, tapi yang dipedalaman atau kota lebih lembut. Punya tata krama
Tanya    : Bagaimana cara masyarakat jawa dalam menyambut tumbuh kembang anak?
Jawab    : Ada adatnya. Kalo masih diperut ada tradisi nujuh bulanin. Kalo udah lahir, ada selapanan atau 35 hari. Kalo dalam Islam dikenal dengan sebutan aqiqah. Bayi baru bisa jalan, tedhak siten
Tanya    : Cara apa yang diterapkan oleh budaya jawa dalam mendidik anaknya ?
Jawab    : Biasanya tata krama yang lebih diutamakan. Dari bahasa ada banyak tingkatannya
Tanya    : Seni apakah yang terkenal dari Budaya Jawa ?
Jawab    : Seni tarinya
Tanya    : Tradisi apakah yang lebih dominan dalam kebudayaan Jawa ?
Jawab    : Lebih mengikuti tradisi keraton
Tanya    : Tarian apa yang biasa dipakai dalam upacara adat Budaya Jawa ?
Jawab    : Tari Serimpi
Tanya    : Seni musik yang masih dipakai sampai sekarang dalam Budaya Jawa ?
Jawab    : Gamelan









III.    Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya
http://www.sastrajawa.com/teori-budaya-resume-buku-karya-david-kaplan-robert-a-manners-penerjemah-landung-simatupang/