Rabu, 05 Oktober 2011

Kebudayaan Indis

Teori Asimilasi
  1. Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.
  2. Bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru
Teori akulturasi
  1. bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsure kebudayaan aslinya.
PEMBAHASAN
Dalam buku ini menggunakan dua teori yakni teori asimilasi dan akulturasi
  1. Asimilasi
percampuran antara dua budaya yaitu budaya Belanda dan budaya Jawa telah menghasilkan beberapa kebudayaan baru yang akhirnya digunakan juga oleh para masyarakat pribumi, belanda dengan mudah dapat mempengaruhi ketujuh unsur budaya universal, salah satunya yaitu :
 ·         Bahasa
Sejak akhir abad ke -18 sampai pada awal abad 20, bahasa melayu pasar berbaur dengan bahasa belanda menghasilkan bahasa pijin, yang kemudian bahkan berkembang di Batavia. Proses perpaduan bahasa belanda dengan jawa ini terjadi hanya pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan indis khususnya jawa tengah dan jawa timur.
·         Rumah tinggal
Pada awal kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat tinggal orang Eropa didalam kastil Batavia mempunyai susunan tersendiri yang secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya. Sementaraitu landhuizen atau rumah tinggal diluar kastil dibangun dengan lingkungan alam timur, yaitu Pulau Jawa. Adapun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan rumah pribumi Jawa. Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan colonial Belanda dibawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942. Bangunan landhuizen semula digunakan oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal diluar kota yang kemudian juga didirikan di wilayah baru di Batavia (nieuve buurten). Corak bangunan rumah tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum, Belanda.
  1. Akulturasi
Percampuran antara dua budaya ini juga menghasilkan budaya baru namun tidak menghilangkan budaya aslinya. Seperti dalam buku ini :
·         Dalam kesenian, bangsa belanda membicarakan hal tulisanuntuk musik dan pendidikan atau sekolah tari dan musik. Namun ternyata sekolah tari dan musik sudah ada sejak lama di nusantara. Kemudian kesenian ini dipentaskan dengan cerita Lutung Kasarung dan ini merupakan pertunjukan pertama dengan gaya eropa dan menggunakan skrip. Walaupun adanya campur tangan bangsa belanda namun, budaya Indonesia tidaklah hilang, terbukti dengan cerita yang dibawakan berasal dari tanah jawa (sunda)
·         Pakaian
Karena pengaruh para pembantu rumah tangga dan para nyai, kaum perempuan indis mengenakan sarung dan kebaya.
Kain dan kebaya juga dikenakan untuk pakaian sehari-hari oleh para perempuan eropa, sedangkan yang pria mengenakan sarung dan baju takwo atau pakaian tidur (piyama) motif batik.
 BAB I
AWAL KEHADIRAN ORANG BELANDA
            Pada awal kehadirannya orang belanda mendirikan gudang-gudang (Pakhuizen) untuk meninbun barang dagangan yang berupa rempah-rempah. Gudang-gudang itu berlokasi di banten, jepara, dan jayakarta. Jan Pieterzoon coen, yang hadir di Batavia pada 1619, mendirikan kota batavia yang diawali dengan membangun gudang penyimpanan barang dagangannya (Pakhuis), yang kemudian diperkuat dengan perbentengan. Para pejabat tinggi VOC membangun rumah-rumah peristirahatan dan taman yang luas, yang lazim disebut landhuis. Bangunan ini dibuat dengan mengikuti model Belanda pada abad ke-18, dengan ciri-ciri yang sangat mirip dengan bangunan di Belanda. Kehadiran orang Belanda di Indonesia yang kemudian menjadi penguasa, mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangunan rumah tradisional, serta fungsi ruangannya. Kebudayaan barat (Belanda) dalam hal gaya hidup berumah tangga sehari-hari, serta ketujuh unsur universal kebudayaan-bahasa, peralatan dan perlengakapan hidup manusia,  matapencarian hidup dan sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahuan dan religi ikut terpengaruh pula. Tujuh unsur Universal budaya yang merupakan campuran unsur budaya Belanda dan budaya pribumi inilah yang disebut kebudayaan india. Tentang bangunan rumah tradisional Pramono Atmadi menyebutkan bahwa pengetian “ Arsitektur Tradisional “ tidak selalu sama. Ada yang cukup berdasarkan bentuk atap atau komponen yang bercorak arsitektur saja, ada pula yang harus mengikuti sejumlah kaidah yang melekat pada arsitektur tradisional yang sudah umum dikenal. Pada saat itulah berkembang pula percampuran gaya hidup Belanda dan Jawa yang disebut gaya hidup Indis.
Kata “ Indis “ dalam tulisan ini berasal dari bahasa belanda “ Nederlandsch indie “ atau Hindia Belanda yaitu nama daerah jajahan belanda di seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan dikepulauan yang di sebut nederlandsch oost indie. Kata “indis” bagi bangsa indonesia pada masa tertentu dirasakan sebagai kata hinaan biasa di gunakan untuk menyebut bangsa kelas rendah. Sebagai perbandingan dalam sejarah seni rupa barat, ada gaya yang di sebut seni gotik yang berlangsung antara 1150-1242 dengan gaya Barok yang berkembang tahun 1700-1800 kata “gotik” dan “barok” mempunyai arti yang juga berkonotasi kurang baik. Kata “gotik” dari kata “goth” dan “gothia” yaitu nama dari salah satu suku bangsa dieropa utara pengembara yang menyerang dan menduduki roma pada awal abad ke-1 dan di pandang sebagai bangsa yang bermartabat rendah. Pada zama Renaisans (abad ke-14 sampai abad ke-17) kata “gotik” kemudian digunakan untuk menanamkan suatu gaya seni yang sangat indah dan megah. Demikian pula dengan gaya seni Barok ( pada abad ke­-16 sampai abad ke-18) kata “barok” berasal dari bahasa portugal “barocco”, artinya bulat panjang, tak beraturan, berlebihan, banyak bertingkah (ugal-ugalan), dan tampak suka pamer. Pada zaman klasik istilah ini dinilai rendah jadi sebagai suatu istilah “ Barok “ tidak enak untuk didengar tetapi sebagai hasil karya seni, kata tersebut memiliki makna keindahan dan kemegahan tersendiri dihati pendukungnya, antara lain Rembrandt van rijn dan velasque, yang juga memiliki ciri khusus. Banyak tulisan atau karangan dari abad ke-18 dan abad ke-20 yang berupa monografi, kesusteraan, kisah perjalanan, lukisan, foto, sketsa, artefak, dan seni bangunan indis. Semua sumber tersebut bermanffat sebagai bukti munculnya kebudayaan dan peradaban indonesia dari suatu kurun waktu tertentu.
Data sejarah menunjukan adanya arus besar-arus besar (mainstream) yang menghubungkan pola hidup dan budaya masyarakat, serta status penghuninya dalam berbagai kegiatan. Beberapa arus besar yang mempunyai fungsi intergratif itu anatara lain : (a) ekonomi, (b) politik, (c) sosial, (d) kesenian/kebudayaan, dan (e) kepercayaan (religi). Semua fungsi intergratif tersebut sangat menentukan terciptanya pola gaya hidup dan budaya masyarakat di Hindia Belanda. Kebudayaan Indis adalah monumen estetis hasil budaya binaan (Cultural construct) dan imajinasi kolektif, serta ekspresi kreatif sekelompok masyarakat di Hindia Belanda yang menggunakan dasar budaya Belanda dan Indonesia.“ kebudayaan dan gaya hidup indis merupakan suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti kreativitas kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasaan Hindia Belanda, baik dalam menghadapi tantangan hidup tradisional Jawa maupun gaya Belanda di negeri Belanda. Tepat kiranya pendapat Adolph S. Tomars dalam tulisannya yang berjudul Class Systems and the Arts yang menjelaskan bahwa hadirnya golongan masyarakat tertentu pasti akan melahirkan pula seni dan budaya tertentu. Dengan menerapkan konsep Tomars ini penulis memiliki landasan sosiologis yang kuat bahwa golongan masyarakat indis telah melahirkan pula kebudayaan indis.
BAB II
MASYARAKAT PENDUKUNG KEBUDAYAAN INDIS
A.    Struktur masyarakat dan kehidupannya
Kedatangan para bangsa Belanda yang pada awalnya datang ke tanah jawa ini ingin berdagang, namun kemudian , demi mengamankan sektor ekonomi dan perdagangannya akhirnya mereka memilih untuk tinggal di jawa. Dengan kedatangan bangsa Belanda ke pulau jawa menyebabkan pertemuan dua kebudayaan yakni kebudayaan barat yaitu Belanda dan kebudayaan timur yakni Kebudayaan jawa, beserta kebudayaan yang terdapat di daerah masing-masing kemudian bercampur sehingga kebudayaan bangsa Eropa dapat mempengaruhi ketujuh unsure universal budaya utama yang dimiliki oleh bangsa jawa .
Banyak dari bangsa Belanda yang datang ke jawa menikahi orang pribumi dan memiliki keturunan-keturunan pribumi baru. Kedudukan seorang keturunan Eropa di Hindia Belanda dapat ditentukan berdasarkan tempat kelahiran ( di Negeri Belanda atau Hindia Belanda). Tempat kelahiran akan menentukan status dari sebutan masyarakat, apakah seorang tersebut murni keturunan Belanda atau tidak. Orang yang bukan merupakan murni keturunan Belanda maka disebut Mestizen, Creolen dan Liplappen. Adapula pengaruh Portugis yang tertinggal yakni:
Sebutan terhadap orang yang terhormat yakni Signores dan keturunannya disebut Sinyo Oleh masyarakat pribumi sebutan untuk keturunan pertama Belanda asli disebut grad satu atau liplap, sedangkan yang kedua disebut grobiak, dan yang ketiga disebut kasoedik. Golongan masyarakat yang dijabarkan diatas merupakan pendukung kuat dari kebudayaan Indis.
Dalam pembangunan rumah bergaya Indis, golongan pengusaha dan pedaganglah yang berperan dalam perubahan budaya. Selain itu bangsa china dan arab juga terpengaruh untuk membangun rumah bergaya Indis tersebut.
Gaya indis merupakan suatu hasil perkembangan budaya campuran belanda dan pribumi jawa, yang menunjukan adanya proses historis. Konsep dari gaya hidup indis antara lain dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang masyarakat yang mendukung gaya indis sebagai suatu factor yang bersifat sosio-psikologis. Oleh karena itu, kita harus mengamati beberapa aspek berikut ini :
1.      Aspek Kognitif
Yakni berhubungan erat dengan tingkat perasaan, yang sangat sulit untuk digambarkan dan diamati. Hal ini berkaitan dengan berbagai aktivitas dan dengan meliputi berbagai objek.
Hal ini lebih sulit diartikan karena gaya indis berpangkal pada dua akar kebudayaan yakni Belanda dan jawa yang memang  sangat jauh berbeda.
2.      Aspek Normatif
Aspek ini memiliki arti yang sama dengan aspek orientasi nilai, tujuan, normative dan kepercayaan. Aspek normative mmenunjukan suatu keadaan yang dianggap sebagai hal yang berharga, yang akan menjadi tuntutan dan tujuan untuk dapat memperoleh hidup yang lebih baik di bawah kekuasan pemerintah kolonial.
Pada rumah tradisional jawa, berbagai  macam ruangan dalam rumah tersebut tidak bercampur baur .
3.       Aspek Afektif
Yakni tindakan dari suatu kelompok yang menunjukkan situasi. Aspek ketiga ini dapat dikaitkan dengan aspek kehidupan dalam berumah tangga, terutama komposisi keluarga yang tinggal di dalam sebuah rumah.  Dalam keluarga di eropa atau belanda lazimnya hanya memiliki satu istri.
4.      Komposisi Sosial
Kehidupan keluarga menunjukan susunan masyarakat jawa yang berbeda dengan masyarakat eropa. Gaya hidup priyayi baru yang berpendidikan  ini mendekati gaya hidup eropa, misalnya dalam hal berpakaian dan makan.bkan para pendatang belanda
Gaya hidup dan bangunan rumah indis sangat khas dengan  budaya belanda, hal ini disebabkan bangsa belanda membawa budaya murni dari negeri mereka.
B.     Kebudayaan indis
Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa awal kehadiran belanda ke tanah jawa menghasilkan kebudayaan campuran antara bangsa belanda dan bangsa jawa. Kemudian kebudayaan yang didukung oleh segolongan masyarakat hindia belanda disebut kebudayaan indis. Dengan terjadinya percampuran budaya tersebut bukan berarti budaya jawa lenyap begitu saja, namun dengan peran kepribadian bangsa jawa dapat pula memberi warna dalam kebudayaan indis.
Menurut para antropolog, ada tujuh unsure kebudayaan yang bersifat universal,. Isi dari kebudayaan belanda yang datang memperkaya kebudayaan Indonesia dalam konteks tujuh unsur budaya universal itu adalah :
1.      Bahasa (lisan maupun tertulis)
Pembauran antara bangsa belanda dengan bangsa jawa mempengaruhi pula dalam hal komunikasi . percampuran bahasa indo belanda telah berkembang sampai Batavia. Di jawa tengah dan jawa timur , proses perpaduan antara bahasa belanda dengan bahasa jawa terjadi hanya pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan indis. Proses ini menimbulkan bahasa pijin atau bahasa campuran, yang pada umumnya digunakan oleh orang-orang keturuna belanda dengan ibu jawa, oleh china keturunan dan timur asing.
2.      Kelengkapan hidup
Kelengkapan hidup disini dapat diartikan semua hasil cipta yang digunakan untuk melindungi dan juga melengkapi sarana hidup sehingga dapat memudahkan hidup manusia.
Karya tersebut berupa :
a.       Rumah tempat tinggal
Bentuk bangunan tempat tinggal dengan ukuran yang besar dan luas, memiliki hiasan yang mewah , penataan yang rapid an perabotan yang lengkap merupakan gambaran kekayaan pemiliknya dan status social dalam masyarakat, memiliki prestise jabatan, penghasilan yang tinggi dan pendidikan.
b.      Kelengkapan rumah tangga, missal : meja dan kursi
Kelengkapan rumah tangga seperti meja, kursi dan almari merupakan hal yang baru bagi masyarakat suku jawa setelah orang eropa datang ke nusantara. Kemudian disusul oleh para golongan bangsawan dan priyayi yang mulai menggunakan peralatan tersebut.
Sementara itu, rakyat tetap menggunakan peralatan rumah tangga yang sederhana, seperti tikar sebagai alat untuk duduk.
c.       Pakaian dan kelengkapannya
Cirri lain dalam gaya hidup pada zaman itu yang banyak dipengaruhi oleh gaya eropa yaitu tata busana. Karena pengaruh para pembantu rumah tangga dan para nyai, kaum perempuan indis mengenakan sarung dan kebaya. Kain dan kebaya juga merupakan pakaian sehari-hari dirumah oleh para perempuan eropa, kemudia para indis pria menggunakan sarung dan baju takwo atau pakaian tidur bermotif batik.
d.      Senjata
e.       Alat berkarya dan berproduksi
Bangsa belanda memperkenalkan alat untuk berkarya atau alat-alat yang dapat digunakan untuk memudahkan kehidupan kepada penduduk pribumi, misalnya mesin jahit, lampu gantung, lampu gas dan kereta tunggang.
f.       Kelengkapan alat dapur dan jenis makanan
Hidangan yang berasal dari jawa seperti soto, nasi goring, gado-gado, nasi rames, lumpia dan sebagainya. Begitu pula dengan bangsa belanda yang juga turut memperkenalkan makanan-makanan dari asalnya seperti beafstuk, resoulles,soep dan lain sebagainya.
3.      Mata pencarian hidup
Pada pertengahan abad 19, belanda lebih mengutamakan untuk melakukan penaklukan wilayah dari tangan bangsa pribumi serta merebut perdagangan remppah-rempahdari saingannya, portugis dan inggris. Selain itu belanda juga bertujuan untuk memperluas wilayah kekuasaan. Berbagai usaha yang dilakukan oleh belanda dalam memperluas wilayah kekuasaannya dengan membentuk lapangan pekerjaan untuk para masyarakat pribumi yaitu berupa pekerjaan administrasi serta militer dan swasta. Semua kemampuan dibutuhkan baik berupa kepandaian dan keterampilan maupun tenaga kasar. Prioritas utama yakni pekerjaan diperuntukan kepada bangsa eropa atau belanda, apabila tidak memenuhi  syarat barulah diambil tenaga golongan indo atau pribumi terpelajaruntuk lapangan kerja di pos-pos bawahan.
Pekerjaan yang menggunakan tenaga indo eropa atau pribumi adalah sebagai berikut :
a.       Prajurit sewaan
Prajurit sewaan ini tidak hanya diterapkan sebagai alat untuk membela diri dari serangan lawan, tetapi juga sebagai modal untuk mencari keuntungan. Tentara sewaan digunakan atau dijual apabila terjadi persengketaan di antara penguasa pribumi sendiri.
b.      Pejabat administrasi pemerintahan
Mereka bekerja untuk dinas sipil, mereka juga yang menjadi pendukung utama budaya indis
c.       Tenaga kasar
Tenaga kasar ini tidak banyak berperan dalam perkembangan kebudayaan indis karena mereka hanyalah buruh kasar, namun ada segolongan pekerja kasar yang berperan cukup penting, yaitu pembantu rumah tangga. Golongan ini lazim disebut babu untuk perempuan dan jongos untuk pria. Pembantu rumah tangga umumnya hubungan yang dijalinnya akan sangat erat dan akrab dengan majikannya.
4.      Pendidikan dan pengajaran
Pada kelompok masyarakat disini, orang muda di jawa harus mengikuti adat istiadat dan kebiasaan orang tua-orang tua mereka. Dengan demikian, proses belajar dan penyampaian pengetahuan serta nilai-nilai secara turun –temurun , dari mulut ke mulut dan berperan sangat penting
5.      Kesenian
Kesenian mengupas dan meneliti sesuatu hasil karta seni dari zaman ke zaman, dari berbagai suku bangsa dan tempat. Untuk menilai tinggi rendahnya hasil karya seni dengan pasti atau mutlak, memang bukan perkara yang mudah, bahkan dapat juga dikatakan tidak mungkin. Gaya adalah bentuk yang tetap atau konstan yang dimiliki oleh seseorang atau pun kelompok, baik dalam unsure, kualitas maupun ekspresinya.
Selanjutnya menurut Henk Baren stijl mempunyai 4 macam pengertian, yakni :
a.       Objektieve stijl
Yakni gaya dari benda atau barang itu sendiri
b.      Subjektieve stijl atau persononlijke stijl
Yakni gaya yang dimiliki oleh seniman, penulis, pemahat dan lainnya yang merupakan cirri hasil kerjanya
c.       Stijl massa atau nationale stijl
Yakni gaya yang merupakan ciri atau watak suatu bangsa
d.      Technische stijl
e.       Yakni gaya khusus yang berhubungan langsung dengan bahan atau materialnya, serta tehnik yang digunakan.
Dengan memahami macam-macam stijl tersebut, maka kita dapat dengan mudah memahami penelitian hasil karya seni bangunan atau berbagai cabang seni yang lainnya.
Kemahiran masyarakat jawa sudah memiliki kemampuan dan kemahiran dalam kesenian jauh sebelum belanda datang ke nusantara. Namun sangat disayangkan karya-karya tulis yang berkaitan dengan karya seni suku jawa jumlahnya dirasa sngat kurang. Dikarenakan tidak disertai keterangan tertulis ada kesulitan  pada waktu orang-orang eropa ingin meneliti .
Pada tahun 1921 java institute, dalam kongresnya di bandung membicarakan hal tulisan untuk music dan pendidikan atau sekolah tari dan musik. Pada tahun 1916 pangeran suryadiningrat dan pangeran tejo sudah lebih dulu membuka sekolah tari dan musik gamelan. Kemudian pada 18 juni 1921 dalam kongres institute java mengadakan pentas seni cerita jawa (sunda) lutung kasarung dan pentas ini yang pertama kali ditampilkan di panggung proscenium dengan gaya eropa dan menggunakan skrip.
6.      Ilmu pengetahuan dan kemewahan gaya hidup
a.       Peran penghuni dan pemilik pesanggrahan
menentukan perkembangan ilmu dan gaya hidup dapat kita lihat dari lima hal berikut :
-          Tentang pembudidayaan alam
-          Tempat pembudidayaan ulat sutra, Inilah pertama kali tercipta kain sutra di hindia belanda, yang kemudian terkenal di Eropa. Hal yang pada awalnya belum pernah terjadi.
-          Di pesanggrahan Molenvliet, Membangun sebuah menara untuk meletakkan teropong , yang didirikan oleh Dr. Johan Maurits Moor.
-          Pesanggrahan tanjung barat, Yaitu yaitu sebuah pesanggrahan kuno memiliki sebuah bangunan gardu pemandangan dengan kubah yang dipergunakan untuk melihat pemandangan keindahan alam sekeliling. Namun sayangnya bangunan tersebut telah runtuh akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab.
-          Jan Andries Duurkoop mendirikan tempat penagkaran dan pembibitan pohon jati, kemudian pohon jati tersebut ditanam di berbagai wilayah yang keadaan jenis tanahnya berbeda-beda. Andries Duurkoop adalah orang yang patut mendapat pujian. Bataviasche Genootschap pun mencatatnya sebagai pelopor.
Inilah contoh yang dapat dijadikan petunjuk, bagaimana orang belanda menjadi pionir dalam mengusahakan tanah perkebunannya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa dulu orang-orang asing mengusahakan perkebunan dan itu berhasil.
b.      Pembangunan rumah mewah dan kemewahan gaya hidup indis
kekaguman terhadap kebudayaan indis dirumah pesanggrahan Vander Parra yang megah itu. Mereka mencatatnya dalam catatan perjalanan. Mereka juga sangat kagum dengan kesuburan tanah perkebunan dan daerah sekelilingnya. Seorang pelancong dari Inggris Charles Frederick Noble, menulis :
Tanah sekitar 10-12 mil disekeliling batavia dengan bagus telah dibudidayakan oleh para tuan-tuan yang mempunyai rumah pesanggrahan di luar kota. Disini kebun-kebun dan tebat-tebat diatur dan disusun dengan gaya belanda, yang selalu dipelihara dengan bagus secara rutin oleh beberapa budak yang terlatih dengan baik. Pemilik-pemilik tanah tersebut juga ada yang memiliki rumah-rumah yang bagus dan menyenangkan beserta kebun-kebunnya di pulau kecil di tepi-tepi pantai batavia. Mereka bersama-sama datang dan pergi ke pulau-pulau itu dengan mempergunakan perahu-perahu yang mungil sewaktu-waktu.
c.       Pembangunan rumah pesanggrahan
pembangunan rumah pesanggrahan oleh para pembesar kompeni diawali dengan mendapatkan sebidang tanah berupa hutan. Para tuan tanah ini sering kali melaksanakan sendiri perencanaannya dan diselesaikan oleh ahli bangunan pribadinya.
7.      Religi
Enkulturasi adalah suatu proses pembentukan budaya dari dua bentuk kelompok budaya yang berbeda sampai munculnya pranata yang mantap. Dalam pembahasan kajian teologi, enkulturasi diartika sebagai rancang bangun teologi lokal. Proses enkulturasi tidak hanya didukung oleh keseluruhan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial, tetapi juga didukung oleh pengalaman-pengalaman sosial seperti bentuk ucapan atau bahasa, tingkah laku, lambang dan simbol-simbol serta sistem kepercayaan.
Enkulturasi sebagai suatu proses dalam perkembangannya berjalan melalui tiga tahapan gerakan proses :
1.      Proses enkulturasi ditandai oleh adanya pengenalan lingkungan sosial, penyesuaian adat, serta terjalinnya relasi atau hubungan dalam interaksi sosial budaya.
2.      Proses enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan proses menjadi plural yang terjadi dilingkungan sekitarnya.
3.      Sebagai tahap akhir, proses enkulturasi diformulasikan dalam bentuk munculnya sinkretisme kebudayaan, kesenian dan agama.
Kegagalan dalam enkulturasi terjadi bila dalam prosesnya berkembang dengan sistem pemaksaan, tidak luwes dan tidak bebas ataupun tidak lancar. Enkulturasi religi diartikan sebagai rancang- bangun teologi lokal. Enkulturasi religi sebagai rancang bangun lokal disebut inkulturasi. Sinkretisme kebudayaan dan agama ini kemudian diimplementasikan dengan istilah lokalisasi, pribumian teologi, konteksstualisasi dan inkulturasi.
Sinkretisme, sebagai bentuk panduan dua unsur budaya dan agama, memiliki berbagai jenis bentuk. Robert J. Schreiter C.P.PS membedakan jenis Sinkretisme itu dalam tiga kelompok:
1.      Sinkretisme agama kristen dengan agama (kepercayaan) lokal
2.      Sinkretisme percampuran unsur-unsur bukan kristen
3.      Sistem keagamaan yang bersifat selektif dalam memasukan unsur-unsur kristen.
BAB III
GAYA HIDUP MASYARAKAT INDIS
            Pembangunan rumah tinggal di luar benteng Batavia makin banyak karena keamanan di luar tembok benteng semakin aman dari amuk dan serangan para penguasa pribumi. Rumah-rumah mewah (landhuizen) milik para pejabat tinggi VOC adalah tempat awal berkembangnya kebudayaan indis. Dari Batavia, kebudayaan indis tersebar luas dan berkembang diseluruh wilayah jajaran Hindia Belanda.
Kehidupan mewah dan boros akibat keberhasilan dibidang ekonomi disebabkan oleh adanya segolongan masyarakat indis di Batavia, khususnya mengacu pada kehidupan para petinggi di weltevreden. Sementara itu, para pejabat bewahan di kota-kota besar Jawa hidup mewah jika dibandingkan dengan kehidupan para raja dan bangsawan Jawa. Tanda-tanda kebesaran sebagai lambang status seperti paying, sejumlah pengiring, rumah besar, dan kepemilikan budak, ditiru dari kehidupan dan gaya hidup keratin para raja dan bangsawan raja.
Salah satu faktor yang menjadi petunjuk utama status seseorang ialah gaya hidupnya, yaitu berupa berbagai tata cara, adaptasi istiadat serta kebiasaan berperilaku, dan mental sebagai ciri golongan sosial indis.
Kedudukan sebagai kelompok penguasa membuat masyarakat indis berupaya menjaga prestise dan kedudukannya melalui berbagai cara agar dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Kewibawaan, kekayaan dan dan kebesarannya ditampilkan agar tampak lebih mewah dan agung dibandingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lain. Hal demikian dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan kekuasaan mereka di nusantara.
Berikut ini dibahas gaya hidup kelompok masyarakat pendukung kebudayaan indis yang terdiri atas pejabat VOC dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda, serta kalangan pegawai swasta beserta anak keturunannya. Jumlah pejabat dan abdi VOC diseluruh wilayah kekuasaannya, pada 22 Oktober 1664, tercatat tidak kurang dari 25.000 orang sesuai dengan jumlah pegawai pemerintahan Hindia Belanda yang berkuasa setelah VOC runtuh pada 1779.
Gambaran gaya hidup masyarakat indis dapat diikuti dan lebih mudah dipahami lewat berbagai berita tertulis berupa buah karya para musafir, rohaniawan, peneliti alam, pejabat pemerintahan jajahan, termasuk berbagai buah karya sastra indis (Indische belletries). Selain karya tulis, terdapat karya seniman berupa sketsa dan seni lukis yang memperkaya dan mengisi celah-celah kekurangan berita tertulis. Rekaman berita tentang gaya hidup masyarakat indis dari lapisan kalangan atas banyak didapatkan dari berita-berita tersebut, sebaliknya, berita tentang gaya hidup masyarakat indis dari kalangan bawah atau abdi VOC dan Pemerintahan Hindia Belanda sangat sedikit. Demikian halnya dengan berita tentang peranan perempuan indis dari berbagai lapisan sangat sulit didapatkan. Leonard Blusse menyebutkan tentang kehidupan para perempuan indis semasa kekuasaan VOC, seperti mencari jarum diantara tumpukan jerami. Langkanya data informasi tentang hal ini membuatnya merasa mustahil mendapatkan data yang substansial tentang perempuan-perempuan Batavia. Data arsip dari gereja sedikit membantu, tetapi akta-akta gereja yang menyebutkan tentang perempuan juga tidak memuaskan atau tidak banyak memberi kontribusi.
Untuk mengungkapkan lebih luas tentang gaya hidup indis, berita karya tulis buah tangan orang-orang Belanda yang datang di Nusantara sampai dengan runtuhnya kekuasaan Hindia Belanda sangatlah berharga. Buku harian pelaut, surat dan catatan perjalanan para musafir, laporan kompeni, banyak yang tersimpan digedung arsip, baik di negeri Belanda maupun Arsip Nasional, Jakarta. Selain itu, hasil karya sastra berbentuk roman, cerita pendek, sajak, sketsa, dan tulisan untuk pementasan sandiwara semasa kekuasaan colonial di Hindia Belanda tidak luput dari perhatian penelitian sejarah. Hasil karya para sastrawan tersebut dalam bahasa Belanda disebut Indische belletries (sastera indis).
A.    Rumah Tangga dan Rumah Tinggal Indis
Pada awal kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat tinggal orang Eropa didalam kastil Batavia mempunyai susunan tersendiri yang secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya. Sementara itu Landhuizen atau rumah tinggal diluar kastil dibangun dengan lingkungan alam timur, yaitu Pulau Jawa. Adapun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan rumah Pribumi Jawa. Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan colonial Belanda dibawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942. Bangunan Landhuizen semula digunakan oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal diluar kota yang kemudian juga didirikan di wilayah baru Batavia (nieuve buurten). Corak bangunan rumah tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum, Belanda.
B.     Kelengkapan Rumah Tinggal
Didalam Zaal (ruang) diletakkan perlengkapan rumah, misalnya meja makan dan kelengkapannya serta almari tempat rempah-rempah (de spijkast) dan meja teh (theetafel). Almari hias yang penuh berisi piring cangkir porselen juga ada yang diletakkan didalam atau diatas almari. Bahkan porselen-porselen itu ada yang diletakkan di rak-rak papan, pada consol-consol atau deurpilaster. Hiasan utama pada zaal ini adalah tangga (trap) yang di negeri Belanda lazim diletakkan di voorhuis sedangkan di Batavia umumnya diletakkan disudut belakang zaal. Tangga ini bukan wentelwltrap (tangga naik melingkar) tetapi bordestrap (tangga lurus langsung keatas) dengan baluster.  Semua baluster utama berada pada awal dan akhir, masing-masing pegangan tangan pada tangga (trapbroom) dipelihara dan mendapat perhatian khusus dibandingkan bagian-bagian rumah lainnya. Baluster diukir halus dan mewah, serta dicat dengan cat mahal. Kadang-kadang terdapat hiasan balusterkop sebagai stalactite diatas tangga dalam zaal ini. Tangga ini diperindah lagi dengan cat warna keemasan. Hiasan karya ukir yang demikian kaya dan mewah ini diduga tidak mungkin dikerjakan oleh para ahli bangunan modern masa kini.
C.    Kehidupan Keluarga Sehari-hari didalam Rumah
Satu kebiasaan yang umum dilakukan bangsa pribumi Jawa pada pagi hari adalah pergi ke kali. Hal demikian sangat biasa termasuk untuk para perempuannya. Kebiasaan seperti ini yang membuat jamban terletak diluar rumah.
D.    Gaya Hidup Mewah Indis
Daur hidup atau life cycle adalah suatu rangkaian dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status aslinya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya. Ada tiga peristiwa penting dalam daur kehidupan manusia, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Daur hidup lazim dirayakan dengan berbagai upacara.
Ada tiga upacara daur kehidupan yang akan dibahas disini, yaitu  kelahiran, pernikahan, dan kematian. Ketiga upacara itu memiliki tujuan masing-masing. Upacara kelahiran dilangsungkan untuk menyambut kehadiran anggota baru dalam suatu keluarga. Seluruh anggota keluarga berharap si upik selalu dalam keadaan sehat dan selamat. Upacara perkawinan diselenggarakan dengan mewah dengan harapan perkawinan yang baru dijalani kedua mempelai berlangsung penuh leselamatan. Upacara perkawinan lazimnya memerlukan biaya yang sangat besar bagi terselenggarakannya perhelatan. Pada masa kejayaan VOC dan Hindia Belanda justru peristiwa kematian yang yang mendapatkan perhatia istimewa. Kematian biasanya diiringi berbagai upacara mewah dan memerlukan biaya yang sangat besar.
BAB IV
LINGKUNGAN PERMUKIMAN MASYARAKAT
EROPA, INDIS, DAN PRIBUMI
A.        Sumber sumber tentang Pola Lingkungan Permukiman
Pola permukiman, bentuk rumah tinggal tradisional dan bangunan rumah tinggal gaya indis tercatat dalam berbagai sumber, sumber yang paling banyak adalah berita tertulis buah karya orang Jawa, Belanda, serta orang asing lainnya.
1.      Berita dari Karya Tulis
Dalam  disertasi F.A Soetjipto  tentang kota-kota pantai di sekitar selat madura terdapat informasi tentang sumber sumber berita tertulis Pribumi, antara lain berupa babd, kidung maupun serat, baik yang masih berupa manuskrip maupun  yang sudah dicetak dengan jumlah cukup banyak.
Manuskrip tersebut antara lain Babad Negeri Semarang, Babad Tuban, BabadGresik, Babad Blambangan, Babad Kitho Pasoeroean, Babad Lumajang, danBabad Banten.
Menggunakan  sumber-sumber berupa babad, serat atau cerita perjalanan seperti tersebut diatas memerlukan ketelitian dan sikap kritis dalam memahaminya karena kitab kitab tersebut memang dimaksudkan sebagai karya sejarah, tetapi lebih bersifat karya sastra.
2.      Sumber Tertulis dari Bangsa Eropa
Sumber tertulis tentang pulau jawa yang berupa cerita atau laporan perjalanan sudah ditulis orang eropa sebelum abad ke-17. Adapun yang khusus ditulis pada abad ke-18 dan aband ke-19 cukup banyak, antara lain berupa Rapporten, Missiven, Memories van Overgave, Reis beschrijivingen , Daaghregisters, dan Contracten.
Manuskrip yang berupa berita tentang kota dan kehidupan masyarakatnya pada abad ke-18 dan abad ke-19 banyak ditulis dalam kisah perjalanan di Hindia Belanda, hkususnya Jawa.
Van Ritter pada 1851 menulis buku tentang perbudakan yang kemudian dihapus beberapa tahun kemudian. Juga ditulisnya tentang pakaian para tokoh penting Eropa, jenis makanan, pakaian penduduk pribumi, serta tentang didirikannya rumah rumah landhuizen dengan perabotan dan gaya hidupnya. Mereka menulis tentang kehidupan dan kegiatan yang dilihatnya sepanjang  jalan  Batavia.
3.      Berita Visual
Berita visual berasal dari karya lukisan, sketsa, grafis, dan potret. Selain berita dari karya karya tulis yang sudah disebutkan pada sub-bab sebelumnya, penggambaran kota, pemukiman, dan perumahan juga dapat diikuti secara visual lewat lukisan para pelukis eropa yang datang ke indonesia. Likisan grafis yaitu suatu lukisan dengan teknikencreux relief yang dipahatkan pada lempengan tembaga atau perunggu sangat populer.
4.      Karya Berupa Fotografi
Karya berupa fotografi sangat banyak tersimpan di Gedung KITLY Leiden dan berbagai museum di Belanda. Menurut Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia di Pejaten (jakarta) disebut oleh direkturnya , tersimpan  tidak kurang dari 1.000.600 buah foto dari masa sebelum perang dunia II.
Sejak kehadiran apal kapal dagang Belanda pertama ke dunia timur mereka sudah membawa serta para pelukis. Hasil tulisan mereka terutaman digunakan untuk kelengkapan laporan kepada Heeren Zeventien  di Belanda.
Kegiatan melukis ini juga dilakukan atas dorongan Heeren Zeventien yang menugaskan para pejabat untuk memperdalam ilu pengetahuan, sperti ilmu bangunan dan ilmu tentang batu batu mulia.
B.         Mengamati Seni Bangunan Rumah dari Hasil Karya Seni Lukis, Pahat, Foto, dan karya Sastra.
Mengenal kembali suatu hasil seni bangunan rumah dari masa silam yang umumnya sudah rusak merupaka hal yang menarik. Menarik karna materialnya yang lapuk dimakan zaman, diubah bentuknya atau dirombak  karna tidak sesuai lagi dengan selera zaman. Adapun benda benda lain berupa karya lukis, karya sastra, foto gravir, sketsa, relief, atau benda lain seperti maket yang dibuat oleh museum atau lembaga lembaga penelitian.
Melalui karya seni lukis, foto gravir, relief dan karya sastra kini orang dapat mengetahui hasil seni bangunan rumah dan perabotan milik bangsa belanda dan anak keturunannya di indonesia.
Dalam seni lukis abad ke-17 sampai abad ke-19 sedikit sekali kemungkinan para pelukis memalsukan objek yang dilukis. pendapat  ini didasarkan atas beberapa alasan. Pertama, para pelukis naturalis yang hidup pada abad ke-17 sampai abad ke-19 adalah pengikut yang terpengaruh oleh gaya periode Renaisans dan Barok. Pada masa itu “naturalisme” dan “akademisme” hidup dengan subur dikalangan seniman lukis eropa.
Kedua, beberapa penulis dan pelukis lazim menggambar bangunan rumah serta pemandangan alam sekitarnya.
Ketiga, terdapat adanya suatu kebiasaan para pembesar zaman VOC dan Hindia Belanda, terutama pada gubernur jendral di Batavia dan para bangsawan kaya, meminta seniman untuk melukis rumah tempat tinggi dan keluarga mereka sebagai kebangsaan atau kenang kenangan keluarga.
Peranan lukisan dan hasil pemotretan dari masa sebelum Peran Dunia II makin besar nilainya bagi sumber penelitian sejarah karna banyak bangunan yang hancur akibat perang dan revolusi.
Salah satu pelukis belanda yang paling banyak melukis seni bangunan para indis salahsatunya ialah J. Rach. Rach banyak melukis bangunan kota dan benteng serta rumah orang orang terkemuka di batavia dan kota kota pantai di jawa.
Pelukis terbagus dari abad ke-17 yaitu Jacob Jensen Coeman kelahiran Amsterdam ia datang ke indonesia pada 1663. Ia menikah tahun 1670 dengan Cornelia Van Rijn, putri pelukis Rembrandt Van Rijn dan Hendrickje Stoffles. Coeman tinggal di Hindia Belanda 20 tahun lamanya.
C.        Pola Pemukiman Masyarakat Indis di Kota, Propinsi dan Kabupaten di Jawa
Peter J.M Nas membahas tentang kota yang dibedakannya kedalam 4 macam, yaitu: (1) kota awal indonesia, (2) kota indis, (3) kota kolonial, dan (4) kota modern. Kota awal indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan komologis dengan pola pola sosial-budaya yang dibedakan dalan dua tipe, yaitu: (a) kota pedalaman dengan ciri ciri tradisional-religius, dan (b) kota kota pantai yang berdasarkan pada kegiatan perdagangan.
Sejak awal pembentukannya sebagai kota, Batavia dijadikan pusat penguasa kolonial di indonesia.
Budaya indis yang berkembang subur pada aband ke-18 sampai abad ke-19 dan berpusat di wilayah wilayah tanah partikelir  dan di lingkungan Indische landhuizen. Pada permulaan  abad ke-20 kebudayaan ini bergeser ke arah urban life seiring dengan hilangnya pusat  pusat kehidupan tersebut.
Ada 3 ciri yang harus diperhatikan untuk dapat memahami struktur ruang lingkup sosial kota kolonial, yaitu budaya, teknologi, dan struktur kekuasaan kolonial. Kota kota besar seperti Batavia, Semarang, Surabaya dan Bandung harus ditelaah dari keterkaitan erat ketiga dimensi tersebut.
Dalam perjalanan kunjungan  di berbagai kota pada 1923, Berlage menyebutkan bahwa kota Semarang adalah kota terbagus dan terbersih di pulau jawa. Hal ini tidak saja karna rencana perluasannya merupakan hasil karya Plate dan Kaarsten, tetapi juga desain bangunan bangunan dibuatnya dengan perubahan besar.
Sementara itu H. Maclaine Pont, kawan Kaarsten yang juga menaruh minat pada arsitektur jawa, mengakui bahwa bangunan di Solo sapat menerimanya, sedangkan Yogyakarta lebih berpegang teguh pada keaslian seni budaya tradisional.
Pengaruh Belanda dan mazhab-mazhab Eropa berhasil memperkuat dan memberi alat untuk menanggulangi kekurangan-kekurangan dalam cara membangun kota atau rumah, dan membantu dalam hal memberikan petunjuk tentang konstruksi bangunan, organisasi, dan metode dalam membangun rumah pada masyarakat  jawa.
Ahli-ahli bangunan jawa tradisional mempunyai organisasi tersendiri. Yang menarik adalah tradisi yang bertumpu pada kewajiban sambatan (gotong royong), yang juga dolakukan pada saat mereka membangun tempat tinggal kepala-kepala desanya.
Unsur utama kkehidupan seni bangunan jawa adalah adanya keharmonisan dengan alam sekitar. Di berbagai daerah di jawa masih banyak ditemukan bentuk gaya asli, bahkan terdapat suatu kesatuan dalam gaya bangunan, contohnya:
(1)                     Yang paling sederhana adalah bangunan cungkup kuburan jawa, yang selalu terletak ditempat terpencil (kiwa).
(2)                     Tradisi bangunan rumah tempat tinggal jawa, termasuk yang berada didalam kota, mencoba menyesuaikan dengan alam sekeliling sebagai latar belakang.
(3)                     Mereka tahu dan mengerti tentang adanya tempat-tempat keramat atau yang sangat ideal bagi hidup mereka di desa, seperti pancuran-pancuran air dan sumber mataair.
(4)                     Gambaran monumental sesuai dengan gambaran ide keindahan sebuah lingkungan kota lama di jawa dapat diamati di kota Yogyakarta. Kompleks Keraton Yogyakarta, termasuk perkampungan di sekitarnya, merupakan tempat tinggal sultan dan para bangsawan serta hambanya.
Maclaine Pont berpendapat bahwa pada awal abad ke-20 bangunan kota-kota di pulau jawa sudah banyak menerima pengaruh seni bangunan Belanda. Pemukiman dan tempat tinggal penduduk di Kepulauan Hindia Belanda terbagi sesuai dengan golongan dan kebangsaannya. Ada empat golongan kebangsaan, yaitu:
1.      Anak negeri atau bangsa Pribumi
2.      Orang yang disamakan dengan anak negeri
3.      Orang Eropa
4.      Orang yang disamakan dengan bangsa Eropa
D.        Upaya Mencukupi Kebutuhan Perumahan Kota
Perkembangan dan perluasan kota-kota besar di Jawa dan diberbagai tempat menimbulkan kekurangan rumah tempat tinggal bagi penduduk kota. Hal demikian tidak dapat dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Berbagai upaya masyarakat pun dilakukan untuk mengatasi kesulitan tersebut. Pada beberapa kota didirikan pengusahaan tanah oleh pemerintah kotapraja.
Dari sudut ekonomi, pembangunan rumah dapat juga dimaksudnkan untuk mencari untung. Perusahaan mendirikan rumah-rumha berukuran kecil untuk disewakan dan untuk menyimpan modal kekayaan yang pasti menguntungkan.
E.         Penggunaan Unsur Seni Tradisional dalam Rumah Gaya Indis
Upaya untuk mewujudkanpenggunaan unsur-unsur seni bangunan tradisional setempat (khususnya Jawa) telah dilontarkan oleh seorang penulis dengan nama samaran Reflector didalam Indisch Bouwkundig Tidschrift. Reflector mengutip dari harian De Locomotif, terbitan 30 Juli 1907. Ia menyebutkan, Ch. Meyll bertutur bahwa arsitek Inggris di India berhasil dalam ciptaan-ciptaannya dengan mendapat ilham dan mencotoh arsitektur tradisional pribumi India yang ada di sekeliling mereka.
Refletor menyetujui dan mengharapkan, hendaknya para ahli di Hindia Belanda terpanggil dan sadar untuk bangun dan mengambil sumber-sumber inspirasi dari bumi Hindia Belanda yang tidak ada habis-habisnya, antara lain dengan mengambil contoh-contoh dari arsitektur hasil karya bangsa yang dianggapnya lebih rendah atau tidak beradab. Ia menganjurkan pula hendaknya jangan memiliki sentimen dan menolak menguunakan unsur-unsur budaya bangsa Pribumi.
BAB V
RAGAM HIAS RUMAH TINGGAL
A.    Tentang hiasan rumah tinggal
Arsitektur sendiri dianggap sebagai perpaduan karya seni dan pengetahuan tentang bagunan. Arsistektur juga membicarakan berbagai aspek tentang keindahan dan konstruksi bangunan. Marcus vitruvius pollio adalah yang pertama kali mencetuskan konsep ini pada abad pertama sebelum masehi. Pengetahuan yang ia peroleh dari nenek moyangnya bangsa Romawi. Karyanya yang berjudul De Architectura libri Dacem di duga telah mengilhami banyak orang.
Gerakan renaisans, yang lahir pada awal abad ke-15, menggugah banyak orang untuk meneliti dan mempelajari teori-teori arsitektur  dan kebudayaan Romawi kuno. Beruntunglah bahwa kemudian Pagio Braccioli menemukan manuskrip asli viltruvius tersebut di Perpustakaan  Saint Gall Monestry pada 1414. Temuan tersebut kemudian di serahkan kepada temanya Leone Batista Alberti, seorang ahli sastera dan budaya klasik Yunani.
Alberti kemudian menulis kitab dengan judul De Re Aediri Catoria, yang terbit pada 1485 sebagai karya Posthumos di Florence. Kitab ini kemudia di teruskan oleh Giocomo di Barozi dan Vignola (1564) hingga akhirnya buku itu di pakai sebagai pegangan atau pedoman arsitektur selama beberapa abad. Akhirya, waktu Andrea Palladio mengembangkan buku-buku tersebut pada abad ke-16 di vicenza, kitab B. Albert ini menjadi sangat terkenal.
Menurut Marcus Vitruvius Pallio tiga unsur yang merupakan faktor dasar dalam arsitektur yaitu:
a.       Kenyamanan (convenience)
b.      Kekuatan atau kekukuhan (strength)
c.       Keindahan (beauty)
Ketiga faktor tersebut saling berhubungan dan selalu hadir dalam struktur bangunan yang serasi.
Salah satu elemen dalam dunia arsitektur adalah ornamen atau ragam hias. Ragam hias berhubungan dengan segi keindahan suatu bangunan. Kelompok bohemianisme berpendapat bahwa kreatif seorang seniman sudah semakin menyatu dan hadir pada segala aspek di kehidupan sehari-hari. 
Beberapa abad lalu, arsitektur Eropa identik dengan gaya Reinaisans, Barok, Rakoko, Empire dan sebagainya. Gaya arsitektur tersebut banyak menerapkan ragam hias atau ornamen yang memang mampu menonjolkan ekspresi alami pada bangunan. Namun perkembangan industri rupanya telah membuat keindahan karya seni bangunan jadi terlupakan ini di duga terjadi akibat tidak adanya kontrol yang ketat pada kehidupan sosial manusia kala itu. Sehingga banyak arsitek yang tidak lagi menerapkan ragam hias pada bangunan. Ininterjadi karena berbagai perubaghan cara pandang terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Abad ke-19 di kenal sebagai periode elektrik, yaitu suatu periode gaya hidup yang menerapkan cara pandang serba praktis. Orang lebih mementingkan fungsi, sehingga ornamen atau ragam hias di anggap tidak penting. Pada periode ini karya seni di ciptakan bukan lagi menunjukan untuk menghadirkan keindahan atau seni murni (pure art). Banyak orang menghasilkan karya seni tiruan yang memiliki fungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak bagian bangunan yang di buat dengan cara menjiplak dengan bahan tanah liat atau gips. Ornamen bangunan diciptakan dengan meniru masterpiece yang sudah ada dengan demikian benda arsitektur jadi bernilai seni rendah.
Pada tahun 1938, seorang sarjana bernama Walter Gropius menyebutkan bahwa sepanjang pengetahuan oranamen yang memiliki keindahan harmoni sepanjang masa umumnya merupakan hasil karya jenius umat manusia yang penuh perasaan. Sejak abad ke-20 banyak benda tidak lagi memerlukan hiasan. Misalnya truk atau kapal yang digunakan untuk sarana angkutan besi batangan. Demikian dengan rumah, rumah dan interiornya tak lagi dihias karena memang dianggap tidak perlu. Hal ini di anggap suatu dilema. Suatu produk karya jika di hasilkan secara massal akan menjadi sekadar barang industri.
Ada pendapat yang menyebutkan bahwa ornamen di gunakan karena diilhami dua faktor pertama faktor emosi kedua faktor teknik. Fator emosi yaitu hasil cipta yang di dapat dari kepercayaan, agama dan magis (untuk mendapat kekuatan gaib)
Dari sudut teknik yang menjadi masalah ialah dari bahan apakah benda-benda itu di buat dan bagaimana membuatnya? Inilah yang menjadi pertanyaan tidak saja tentang bagaimana pengrajin bekerja, tetapi juga berhubungan dengan hal yang disukai masyarakat. Pendekata tersebut di atas menjelaskan bahwa pertama kreasi alami, konvensional dan bentuk hiasan abstrak adalah suatu karya yang sangat di hargai pada masa lalu.  Ada juga perkembangan atau pertumbuhan dari suatu waktu ke waktu yang lain, misalnya zaman Yunani dan Romawi kun, zaman louis XIV yang dii teruskan louis XV yang berbeda dengan gaya Empire atau Napoleon. Jadi, suatu hal yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda misalnya gambar lotus, garuda dan sebagainya. Kedua pertengahan abad 20 lahir zaman Maneirisme yang berkembang di seluruh Eropa. Hal yang demikian ini dapat terjadi karena kondisi kebuadayaan suatu zaman atau teknik pembuatanya. Manusia dari suatu zaman atau bangsa menyukai ornamen yang naturalistik karena pada zaman dulu (purba) orang melukiskan sesuatu secara naturalistik. Segala sesuatu di hubungkan dengan kepercayaan.
Bart van der Leck di dlam tulisanya berjudul The place of modern painting in Architecture, berpendapat bahwa pada suatu waktu seni lukis terpisah dengan sendirinya dari arsitektur dan berkembang dengan bebas.
Berikut ini penjelasan lima indikasi seni bangunan dan seni lukis. Pertama seni lukis modern adalah karya seni yang meninggalkan naturalisme yang terdapat pada seni plastis atau (pahat patung) kedua seni lukis modern bersifat bebas, terbuka dan berlawanan dengan seni asitektur. Ketiga seni lukis modern penuh dengan warna-warna dan bidang yang bertolak belakang dengan arsitektur yang tidak banyak menggunakan warna-warni seperti karya lukis. Keempat  seni lukis modern meliputi proses penciptaan bentuk plastis pada bidang datar yang menghasilkan suatu kontras dengan permukaan bidang datar yang terbatas pada bangunan. Kelima seni lukis modern memberi bentuk plastis pada bidang datar dengan pertimbangan yang tepat dan imbang (constrated with balaced support and weight)
Demikianlah beberapa permasalahan yang berhubungan dengan ragam hias pada seni bangunan. Patung modern kini sudah meninggalkan gaya naturalisme
B.     Bentuk Atap dan Hiasan Kemuncak
Dari masa awal abad ke 20 terdapat suatu keganjilan apabila di bandingkan dengan bagaiman masyarakat yang tinggal dipulau sekitarnya yaitu Bali dan sumatera.
Orang sumatera membangun rumahnya dari bahan kayu sedangkan orang bali dari tanah liat yang di jemur dengan batu bata
Dari peninggalan rumah kuno kotagede (pasar gede), yokyakarta dan laweyan solo orang mendapatkan rumah dari batu bata yang di buat kasar dan jelek dengan lorong-lorong sempit sehinggan berjalan atara dinding-dinding rumah dari tembok. Pada umumya bangunan pribumi di Jawa dibuat dari bahan yang murah, berdinding bambu (gedheg), beratap daun pohon palem atau rerumputan (atep, welit).
Di jawa barat keadaanya lebih bagus, rumah-rumah di bangun dengan batang-batang tiang kayu dengan lantai papan-papan kayu, sedangkan atapnya dari ijuk dan dindingnya juga dari bambu. Hanya di pusat-pusat pemerintahan atau tempat keramaianlah terdapat rumah batu. Kebanyakan rumah bangsa pribumi terbuat dari bambu yang di kerjakan secara kasar, diantaranya bahkan serambi depan atau belakang. Perbedaan yang mencolok ini dapat disebabkan oleh keberuntungan atau kesejahteraan hidup orang cina atau arabdan dapat juga disebabkan oleh penjajahan atau pengisapan habis-habisan oleh penjajah. Yang jelas rumah orang cina atau arab lebih terpeihara dengan perabotan yang baik sebagai kelengkapanya.
Rouffaer berpendapat bahwa untuk wilayah jawa tengah kayu jatilah yang terbaik karena material kayu (khususnya jati) adalah yang terbagus dan banyak terdapat di jawa tengah. Menurutnya bangunan dengan perekat (leembouw) tepat untuk daerah kering.
C.    Hiasan Kemuncak Tadhah Angin dan Sisi Depan Rumah
Di indonesia khususnya Jawa hiasan di bagian atap rumah kurang menadapat perhatian. Banyak rumah penduduk di Demak, Jawa Tengah pada bubungan atapnya terdapat hiasan berupa deretan lempeng teracotta yang di wujudkan seperti gambar tokoh-tokoh wayang berderet-deretdengan gambar gunungan tepat di tengah-tengah.
Rumah-rumah minangkabau berkemuncak seperti tanduk kerbau disamping hiasan pahatan pada bagian-bagian dindingnya seperti halnya rumah rakyat Batak Karo. Tradisi menyebutkan bahwa hiasan kepala kerbau atau tanduknya adalah lambang kesuburan tanah dan juga sebagai penolak roh-roh jahat.
Kehadiran bangsa-bangsa eropa di indonesia sejak awal abad ke-16 mempengaruhi bebragai unsur kebudayaan diantaranya juga dalam hal hiasan kemuncak bangunan rumah. Di Belanda dulu banyak rumah-rumah penduduk pada atapnya diletakan wind wijzer  (penunjuk arah angin) yang juga berfungsi sebagai hiasan rumah. Di Perancis banyak orang membuat penunjuk arah angin sebagai penghias kemuncak bangunan yang disebut girovettes sedang penunjuk arah angin yang berputar-putar disebut wire-wire.
Pada abad pertengahan tidak semua orang dapat dengan sekehendak hati membuat windvaan karena ada ketentuan-ketentuan tertentu olehg penguasa baik tentang bentuk maupun perwujudannya.
Pada abad ke 15 bangsawan tinggi mengunakaan windvaan sebagai hiasan mahkota (kroon). Umumya windvaan terbuat dari logam dengan warna-warna menyala yang dapat terlihat dari kejauhan.
Di Eropa sekarang khususnya di negeri Belanda hiasan kemuncak yang berupa penunjuk arah angin dengan bermacam-macam usaha atau pekerjaan pemiliknya, misal bentuk jantera alat pintal (roda alat tenun) terdapat di lota Leren, gambar bajak (alat untuk membajak tanah). Lukisan pada kemuncak rumah-rumah penduduk tersebut sudah barang tentu merupakan usaha pemiliknya untuk memperindah bangunan.
Cara membuat dan meletakkan hiasan kelapa kerbau pada bangunan di Batak atau di Sulawesi misalnya di sertai dengan upacara-upacara khusus.
Tentang hiasan kemuncak bangunan sakral  seperti masjid, gereja, pura ataupun candi, mempunyai arti tersendiri. Di kota-kota jawa sekarang banyak bangunan masjid menggunakan atap meru dengan di beri kemuncak kubah kecil yang juga disebut mustaka atau mustika.
Bangunan candi mempunyai hiasan kemuncak ratna, stupa, atau kubus. Hiasan banguna kemuncak gereja, setelah zaman gothik berakhir. Sejak zaman yunani kuno ayam jantan di nobatkan sebagai lambang kecerdasan, keberanian dan suka berkelahi .
Sesuatu yang menarik dan juga menjadi ciri khusus sauatu karya seni ialah adanya beberapa faktor makna simbolik. Misalnya bentuk jenis tumbuh-tumbuhan tertentu seperti bungan kubis atau dau kaktus, merupakan ciri bangunan gereja; huruf arab kaligrafi dengan bemtuk arabesk merupakan ciri hiasan majid. Umumya rumah gaya inidis beragam hias sederhana kecuali orang Cina yang kaya. Seperti rumah-rumah di Eropa, bangunan rumah di negeri Belanda bagian depan (topgevel) dan kemuncak depan (geveltoppen) mempunyai variasi hiasan bermacam-macam.
Di negeri Belanda umumnya bangunan rumah masa kini dibuat dari batu. Tetapi sampai pertengahan abad ke-15 rumah umumnya terbuat dari kayu. Karena terjadi kebakaran rumah di buat dari batu seperti atap sisi depan rumah juga masih banyak yang di buat dari kayu. Bangunan rumah kaytu yang setengah batu itu memiliki atap sisi depan meruncing. Di jawa bentuk semacam ini menjadi ciri umum bagunan rumah gaya indis awal abad ke-19. Pada dekade terakhir ini gaya bangunan indis mulai banyak digunakan pada akhir abad ke-20 ini diduga karena derasnya arus kehadiran orang Eropa untuk menangani perusahaan-perusahaan perkebunan, pelayaran bank dan sebagainya.
Rumah-rumah yang didirikan sebelum Abad pertengahan di negeri Belanda juga bangunan rumah semasa zaman gotik misalnya atap sisi depanya berbentuk runcing dan itu merupakan ciri umum gotik. Namun sesudah zaman Renaisans atap berbentuk jenjang atau (trapgevel). Dalam lukisan karya Vermeer misalnya rumah-rumah dengan bentuk atap runcing atau jenjang di lukis dengan bagus berderet sepanjang jalan di Belanda bentuk bagian depan atap seperti ini di Jawa jarang di buat orang. Di kota Yogja atap semacam ini di jalan Malioboro. Sisi depan atap rumah gatya indis berbentuk runcing menjorok ke depan (tuitgevel), suatu bentuk yang lazim di gunakan untuk bangunan gudang (pakhuizen), yaitu menggunakan tadhah angin berbentuk segitiga (tijmpanon) dengan di beri pelipit papan kayu dengan hiasan pada puncaknya.    
Hiasan kemucak tadhah angin (typanon atau geveltoppen) bervariasi dari hiasan sederhana berbentuk sumbu kemuncak nokspil hingga ornamen-ornamen bagus. Berbentuk segitiga yang terdiri atas papan-papan kayu yang di susun vertikal.
Satu atau dua bagian voorschot disebut windveen. Adapun yang memanjang miring ke atas berjajar dengan makelaar lazim disebut windveen atau windring (tadhah angin)
Banyak rumah petani di Belanda menggunakan hiasan yang disebut runeken ini sebagai simbol kesuburan
Mengenai arti simbolik hiasan angsa diatas oeloberd. Disebutkan bahwa angsa dulu adalah sebagai tanda kepemilikan padang rumput seluas tanah yang di kelilingi parit (gracth) dengan angsa-angsanya. H. Wirth dan A. Agustin menyebutkan bahwa hiasan angsa pada oeleborden mengingatkan orang pada sepasang burung simbolik dari Jerman Utara, bahwa matahari terbit sebelah timur  melintas cakrawala sepanjang awal perjalanan ke bahagiaan.
Sejarah lambang-lambang yang di pahatkan pada papan lis tadhah  dapat di bedakan menjadi tiga babakan waktu yaitu:
(1)   Lambang dari masa Pra-Kristen (zaman kekafiran Jerman)
(2)   Masa kristen berupa lambang gambar salib, gambar hati (heart), jangkar (angker) yaitu sebagai lambang kepercayaan, harapan kejujuran atau kesetiaan dan
(3)   Khusus lambang-lambang dari agama Roma Katolik yaitu berupa miskelk dan hostie.
1.      Macam-macam hiasan kemuncak dan atap rumah
a.       Penunjuk Arah Tiupan Angin (windwijzer)
Disebut juga windvaan dalam bahasa perancis disebut girovettes dan apabila dapat berputar-putar disebut wire-wire
b.      Hiasan puncak atap (nork Acroterie)
Dulu di gunakan untuk mengias rumah petani. Hiasan terbuat dari daun alang-alang (stroo) sebagai prototipe
c.       Hiasan kemuncak tampak depan (geveltoppen)
Bentuk segitiga pada depan rumah disebut voorschot
1.      Lambang Manrune
2.      Hiasan uilebord
3.      Hiasan berupa makelaar
4.      Hiasan pasi dan mterial logam
2.      Ragam Hiaspada Tubuh bangunan
Selain terdapat di kemuncak (topgevel) dan tadhah adalah angin (tympanon) ragam hias juga juga terdapat di bagian tubuh bangunan, misalnya pada lubang angin yang terletak di atas pintu jendela.
Lubang angin pada rumah gaya indis di Jawa hanya dihias sederhana saja, yaitu lukisan beberapa anak anak panah yang di ujung-ujungnya menuju ke arah pusat. Pada bangunan besar, seperti  istana gubernur jenderal kraton  raja-raja Jawa Yokyakarta dan solo batang tiang bagian dalamnya (pagelaran, serambi, depan dan belakang) dihias dengan gaya ionia dan Khorinthia.
Sementara itu gaya ionia sesuai dengan watak jiwa bangsa ionia yang menyukai keindahan dan keserasian.
Gaya korinthia diciptakan oleh para penguasa kota korinthia yang kaya dan makmur pada abad ke 5 sebelum masehi.
Gaya ionia dan orinthia banyak digunakan untuk menghias bangunan-bangunan besar dan megah milik para raja atau pengusaha jajahan, khususnya untuk batang-batang tiang sisi dalam bangunan . sebagai contoh, gaya ini di Jawa terdapat di istana presiden di jakarta, gedung Agung di Yogyakarta serta pagelaran keraton surakarta dan yogyakarta. Bangunan pagelaran adalah bangunan tradisional Jawa , namun gerbang dan empernya yang di sangga batang-batang tiang gaya  komposit untuk menyangga atap serambi (saka emper) keratom kesultanan dan bekas rumah gubernur (kini gedung agung yogyakarta)menjadikan bagunan tampak lebih megah. Batang tiang gaya korinthia dan komposit di keraton dan bangunan rumah penguasa di Hindia Belanda kebanyakan di buat dari bahas besi cor yang di iimpor dari Jerman.
Penggunaan tiang gaya Doria, Ionia, Korinthia dan komposit disesuaikan dengan pandangan filsafat Yunani dan Romawi kuno.
BAB VI
KESIMPULAN
Kehadiran bangsa Eropa khususnya Belanda yang menjadi penguasa pada masa itu menimbulkan kebudayaan campuran yang disebut kebudayaan Indis. Kebuadayaan Indis merupakan perpaduan antara dua kebudayaan, yaitu kebudayaan Indonesia dan kebudayaan Eropa. Kebudayaan campuran ini mencangkup tujuh aspek unsur universal budaya bangsa, seperti yang dimiliki oleh semua bangsa di dnia. Dengan demikian, kebudayaan Indis adalah kebudayaan yang merupakan kepanjangan kebudayaan Indonesia, yang terdiri atas kebudayaan Prasejarah, kebudayaan Hindu-Budha, dan kebudayaan Islam di Indonesia. Kebudayaan Indis di Indonesia berakhir sesudah balatentara Jepang mengalahkan penguasa Hindia Belanda pada 1942. tetapi di negeri Belanda ternyata kebudaan Indis masih tetap hidup. Di berbagai kota di Belanda terdapat Indische restaurant, dengan hidangan Indische rijsttafel yang terdiri atas sate, nasi goreng, sambal goreng, wedang sekoteng, dan sebagainya.
Kebudayaan Indis ada yang secara positif berperan penting dalam perkembangan kebudayaan Indonesia modern, yaitu sistem pendidikan dan seni (seperti seni drama, seni musik), kebiasaan menghargai waktu, serta kemajuan berbagai bidang teknologi dan ilmu pengetahuan.
Daftar Pustaka


[No Subject]

 
PENDAHULUAN
Sebutan Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie. Orang Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka semula berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selama tiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek kehidupan. Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.
Pada mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di Jawa, bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan kondisi tropis dan lingkungan budaya. Sebutannya landhuiz, yaitu hasil perkembangan rumah tradisional Hindu-Jawa yang diubah dengan penggunaan teknik, material batu, besi, dan genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal saat itu antara lain Wolff Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.
Dalam membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche Bouwkunst. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni bergaya Eropa, tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.
Penggunaan kata Indis untuk gaya bangunan seiring dengan semakin populernya. istilah Indis pada berbagai macam institusi seperti Partai Indische Bond atau Indische Veeneging. Arsitektur Indis merupakan asimilasi atau campuran dari unsur-unsur budaya Barat terutama Belanda dengan budaya Indonesia khususnya dari Jawa.
Dari segi politis, pengertian arsitektur Indis juga dimaksud untuk membedakan dengan bangunan tradisional yang lebih dahulu telah eksis, bahkan oleh Pemerintah Belanda bentuk bangunan Indis dikukuhkan sebagai gaya yang harus ditaati, sebagai simbol kekuasaan, status sosial, dan kebesaran penguasa saat itu.
Sebelum kedatangan Belanda, sebenarnya sudah banyak bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu datang ke Indonesia antara lain dari Cina, India, Vietnam, Arab, dan Portugis, yang memberi pengaruh pada budaya asli. Karena itu, dalam bangunan Indis juga terkandung berbagai macam unsur budaya tersebut. Faktor-faktor lain yang ikut berintegrasi dalam proses perancangan antara lain faktor lingkungan, iklim atau cuaca, tersedia material, teknik pembuatan, kondisi sosial politik, ekonomi, kesenian, dan agama.
Bentuk rumah bergaya Indis sepintas tampak seperti bangunan tradisional dengan atap berbentuk Joglo Limasan. Bagian depan berupa selasar terbuka sebagai tempat untuk penerimaan tamu. Kamar tidur terletak pada bagian tengah, di sisi kiri dan kanan, sedang ruang yang terapit difungsikan untuk ruang makan atau perjamuan makan malam. Bagian belakang terbuka untuk minum teh pada sore hari sambil membaca buku dan mendengarkan radio, merangkap sebagai ruang dansa.
Di Surabaya, bangunan tersebut nampak pada gedung-gedung cagar budaya yang sebagian besar terdapat di wilayah Surabaya bagian Utara. Misalnya gedung tinggi nan kokoh yang sekarang digunakan sebagai Bank Mandiri, kawasan Pabean, dah kompleks wahana pemerintahan, seperti kediaman gubernur dan hotel. Hala ini pun sebenarnya terlihat di beberapa kota besar lainnya, seperti Jakarta dan Semarang. Umumnya bangunan tersebut tinggi dan memiliki banyak jendela. Demikian juga di kota Malang yang memiliki arsitektur dan pengaruh budaya insdies yang kuat.
Pengaruh budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada gaya bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dari Italia dipasang pada serambi depan membuat bangunan tampak megah terutama pada malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu dipasang cermin besar dengan patung porselen. Khusus untuk gedung-gedung perkantoran, pemerintahan, dan rumah-rumah dinas para penguasa di daerah masih ditambah lagi dengan atribut-atribut tersendiri seperti payung kebesaran, tombak dan lain-lain agar tampak lebih berwibawa. Orang-orang Belanda, pemilik perkebunan, golongan priayi dan penduduk pribumi yang telah mencapai pendidikan tinggi merupakan masyarakat papan atas, ikut mendorong penyebaran kebudayaan Indis lewat gaya hidup yang serbamewah.
Kebudayaan Indis sebagai perpaduan budaya Belanda dan Jawa juga terjalin dalam berbagai aspek misalnya dalam pola tingkah laku, cara berpakaian, sopan santun dalam pergaulan, cara makan, cara berbahasa, penataan ruang, dan gaya hidup. Arsitektur Indis sebagai manifestasi dari nilai-nilai budaya yang berlaku pada zaman itu ditampilkan lewat kualitas bahan, dimensi ruang yang besar, gemerlapnya cahaya, pemilihan perabot, dan seni ukir kualitas tinggi sebagai penghias gedung.
Mengamati arsitektur Indis hendaknya kita jangan terpaku pada keindahan bentuk luar semata, tetapi juga harus bisa melihat jiwa atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Rob Niewenhuijs dalam tulisannya Oost Indische Spiegel yaitu pencerminan budaya Indis, menyebutkan bahwa sistem pergaulan dan tentunya juga kegiatan yang terjadi di dalam bangunan yang bergaya Indis merupakan jalinan pertukaran norma budaya Jawa dengan Belanda. Manusia Belanda berbaur ke dalam lingkungan budaya Jawa dan sebaliknya.
Pengukuhan kekuasaan kolonial saat itu tertuang dalam kebijakan yang dinamakan “politik etis”. Prinsipnya bertujuan meningkatkan kondisi kehidupan penduduk pribumi. Di lain fihak penguasa juga memperbesar jumlah kedatangan orang Belanda ke Indonesia yang secara langsung membutuhkan sarana tempat tinggal berupa rumah-rumah dinas dan gedung-gedung.
Di sini terlihat jelas bahwa ternyata semua peristiwa yang dialami pada tiap kehidupan manusia bisa memberi dampak yang besar terhadap pandangan arsitektur. Bahwa gagasan arsitektur sesungguhnya juga dipengaruhi oleh situasi dinamika sosial budaya manusia dan sekaligus menjadi bagian dari padanya.
Arsitektur Indis telah berhasil memenuhi nilai-nilai budaya yang dibutuhkan oleh penguasa karena dianggap bisa dijadikan sebagai simbol status, keagungan dan kebesaran kekuasaan terhadap masyarakat jajahannya. Perkembangan arsitektur Indis sangat determinan karena didukung oleh peraturan-peraturan dan menjadi keharusan yang harus ditaati oleh para ambtenar, penentu kebijaksanaan. Pemerintah kolonial Belanda menjadikan arsitektur Indis sebagai standar dalam pembangunan gedung-gedung baik milik pemerintah maupun swasta. Bentuk tersebut ditiru oleh mereka yang berkecukupan terutama para pedagang dari etnis tertentu dengan harapan agar memperoleh kesan pada status sosial yang sama dengan para penguasa dan priyayi.
Arsitektur Indis tidak hanya berlaku pada rumah tinggal semata tetapi juga mencakup bangunan lain seperti stasiun kereta api, kantor pos, gedung-gedung perkumpulan, pertokoan, dan lain-lain. Adapun pudarnya arsitektur Indis mungkin disebabkan oleh konsekuensi historis yang menyangkut berbagai aspek sosial budaya.
Menurut Denys Lombard, sejarah terbentuknya budaya Indis karena didorong oleh kekuasaan Hindia Belanda yang berkehendak menjalankan pemerintahan dengan menyesuaikan diri pada kondisi budaya masyarakat di wilayah kolonialnya. Dengan datangnya perubahan zaman dan hapusnya kolonialisme, maka berakhirlah pula kejayaan budaya feodal termasuk perkembangan arsitektur Indis. Dalam periode kemerdekaan, bangsa Indonesia menganggap arsitektur Indis sebagai monumen dan simbol budaya priayi yang tidak bisa lagi dipertahankan dan dijadikan kebanggaan, maka kehancurannya tidak perlu diratapi.
Arsitektur Indis mencapai puncaknya pada akhir abad ke- 19. Seiring dengan perkembangan kota yang modern, lambat laun gaya Indis ditinggalkan dan berubah menjadi bangunan-bangunan baru (nieuwe bouwen) yang bergaya art-deco sebagai gaya internasional.
Salah satu adanya contoh kebudayaan Indis adalah pasar malam. Pasar malam besar menyorot tiga ciri khas dalam kebudayaan Indo- Belanda: makan, kebudayaan dan bahasa. Berbagai restoran dan acara belajar masak bisa anda jumpai di pasar malam, dari makanan khas Jawa Timur sampai ke makanan Indis, makanan campuran gaya Indonesia dan Belanda. Ihwal budaya, pasar malam ini menyediakan berbagai panggung dan teater, serta mengundang para artis Indonesia dan Belanda yang berlatar belakang Indonesia untuk memamerkan kebolehan mereka.
Setiap tahun diundang orkes keroncong dari Indonesia, Belanda atau negara lain, misalnya Malaysia. Dan akhir-akhir ini dangdut pun mendapat perhatian juga. Bahasa khas kelompok Indis ini adalah campuran Belanda dengan bahasa Jawa atau Melayu: bahasa Pecok. Bahasa ini masih bisa didengar selama pasar malam besar ini atau dibaca dalam beberapa buku khas.