Teori
Asimilasi
- Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.
- Bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru
Teori
akulturasi
- bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsure kebudayaan aslinya.
PEMBAHASAN
Dalam
buku ini menggunakan dua teori yakni teori asimilasi dan akulturasi
- Asimilasi
percampuran
antara dua budaya yaitu budaya Belanda dan budaya Jawa telah menghasilkan
beberapa kebudayaan baru yang akhirnya digunakan juga oleh para masyarakat
pribumi, belanda dengan mudah dapat mempengaruhi ketujuh unsur budaya
universal, salah satunya yaitu :
·
Bahasa
Sejak akhir abad
ke -18 sampai pada awal abad 20, bahasa melayu pasar berbaur dengan bahasa
belanda menghasilkan bahasa pijin, yang kemudian bahkan berkembang di Batavia.
Proses perpaduan bahasa belanda dengan jawa ini terjadi hanya pada sebagian
masyarakat pendukung kebudayaan indis khususnya jawa tengah dan jawa timur.
·
Rumah
tinggal
Pada awal
kedatangan Belanda di Jawa rumah tempat tinggal orang Eropa didalam kastil
Batavia mempunyai susunan tersendiri yang secara umum mirip dengan yang
terdapat di negeri asalnya. Sementaraitu landhuizen atau rumah tinggal diluar
kastil dibangun dengan lingkungan alam timur, yaitu Pulau Jawa. Adapun hasilnya
adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan rumah pribumi
Jawa. Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya indis dalam abad
ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan colonial Belanda dibawah
pemerintahan balatentara Jepang pada 1942. Bangunan landhuizen semula digunakan
oleh orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal diluar kota yang kemudian juga
didirikan di wilayah baru di Batavia
(nieuve buurten). Corak bangunan rumah
tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama
Baarn atau Hilversum,
Belanda.
- Akulturasi
Percampuran antara dua budaya ini juga menghasilkan budaya baru namun
tidak menghilangkan budaya aslinya. Seperti dalam buku ini :
·
Dalam
kesenian, bangsa belanda membicarakan hal tulisanuntuk musik dan pendidikan
atau sekolah tari dan musik. Namun ternyata sekolah tari dan musik sudah ada
sejak lama di nusantara. Kemudian kesenian ini dipentaskan dengan cerita Lutung
Kasarung dan ini merupakan pertunjukan pertama dengan gaya eropa dan
menggunakan skrip. Walaupun adanya campur tangan bangsa belanda namun, budaya Indonesia
tidaklah hilang, terbukti dengan cerita yang dibawakan berasal dari tanah jawa
(sunda)
·
Pakaian
Karena pengaruh para pembantu rumah tangga dan para nyai, kaum perempuan
indis mengenakan sarung dan kebaya.
Kain dan kebaya juga dikenakan untuk pakaian sehari-hari oleh para
perempuan eropa, sedangkan yang pria mengenakan sarung dan baju takwo atau
pakaian tidur (piyama) motif batik.
BAB I
AWAL KEHADIRAN ORANG BELANDA
Pada
awal kehadirannya orang belanda mendirikan gudang-gudang (Pakhuizen) untuk meninbun barang
dagangan yang berupa rempah-rempah. Gudang-gudang itu berlokasi di banten,
jepara, dan jayakarta. Jan Pieterzoon
coen, yang hadir di Batavia pada 1619, mendirikan kota batavia yang diawali
dengan membangun gudang penyimpanan barang dagangannya (Pakhuis), yang kemudian diperkuat dengan perbentengan. Para pejabat
tinggi VOC membangun rumah-rumah peristirahatan dan taman yang luas, yang lazim
disebut landhuis. Bangunan ini dibuat
dengan mengikuti model Belanda pada abad ke-18, dengan ciri-ciri yang sangat
mirip dengan bangunan di Belanda. Kehadiran orang Belanda di Indonesia yang
kemudian menjadi penguasa, mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangunan rumah
tradisional, serta fungsi ruangannya. Kebudayaan barat (Belanda) dalam hal gaya
hidup berumah tangga sehari-hari, serta ketujuh unsur
universal kebudayaan-bahasa, peralatan
dan perlengakapan hidup manusia, matapencarian hidup dan
sistem ekonomi, sistem kemasyarakatan,
kesenian, ilmu pengetahuan dan religi ikut
terpengaruh pula. Tujuh unsur Universal budaya yang merupakan campuran unsur
budaya Belanda dan budaya pribumi inilah yang disebut kebudayaan india. Tentang bangunan rumah
tradisional Pramono Atmadi menyebutkan bahwa pengetian “ Arsitektur Tradisional
“ tidak selalu sama. Ada yang cukup berdasarkan bentuk atap atau komponen yang
bercorak arsitektur saja, ada pula yang harus mengikuti sejumlah kaidah yang
melekat pada arsitektur tradisional yang sudah umum dikenal. Pada saat itulah
berkembang pula percampuran gaya hidup Belanda dan Jawa yang disebut gaya hidup
Indis.
Kata “ Indis “ dalam tulisan ini berasal dari
bahasa belanda “ Nederlandsch indie “
atau Hindia Belanda yaitu nama daerah jajahan belanda di seberang lautan yang
secara geografis meliputi jajahan dikepulauan yang di sebut nederlandsch oost
indie. Kata “indis” bagi bangsa indonesia pada masa tertentu dirasakan sebagai
kata hinaan biasa di gunakan untuk menyebut bangsa kelas rendah. Sebagai
perbandingan dalam sejarah seni rupa barat, ada gaya yang di sebut seni gotik
yang berlangsung antara 1150-1242 dengan gaya Barok yang berkembang tahun
1700-1800 kata “gotik” dan “barok”
mempunyai arti yang juga berkonotasi kurang baik. Kata “gotik” dari kata “goth”
dan “gothia” yaitu nama dari salah
satu suku bangsa dieropa utara pengembara yang menyerang dan menduduki roma
pada awal abad ke-1 dan di pandang sebagai bangsa yang bermartabat rendah. Pada
zama Renaisans (abad ke-14 sampai abad ke-17) kata “gotik” kemudian digunakan
untuk menanamkan suatu gaya seni yang sangat indah dan megah. Demikian pula
dengan gaya seni Barok ( pada abad ke-16 sampai abad ke-18) kata “barok” berasal dari bahasa
portugal “barocco”, artinya bulat
panjang, tak beraturan, berlebihan, banyak bertingkah (ugal-ugalan), dan tampak
suka pamer. Pada zaman klasik istilah ini dinilai rendah jadi sebagai suatu
istilah “ Barok “ tidak enak untuk didengar tetapi sebagai hasil karya seni,
kata tersebut memiliki makna keindahan dan kemegahan tersendiri dihati
pendukungnya, antara lain Rembrandt van
rijn dan velasque, yang juga memiliki ciri khusus. Banyak tulisan atau
karangan dari abad ke-18 dan abad ke-20 yang berupa monografi, kesusteraan,
kisah perjalanan, lukisan, foto, sketsa, artefak, dan seni bangunan indis.
Semua sumber tersebut bermanffat sebagai bukti munculnya kebudayaan dan
peradaban indonesia dari suatu kurun waktu tertentu.
Data sejarah menunjukan adanya arus
besar-arus besar (mainstream) yang
menghubungkan pola hidup dan budaya masyarakat, serta status penghuninya dalam
berbagai kegiatan. Beberapa arus besar yang mempunyai fungsi intergratif itu
anatara lain : (a) ekonomi, (b) politik, (c) sosial, (d) kesenian/kebudayaan,
dan (e) kepercayaan (religi). Semua fungsi intergratif tersebut sangat
menentukan terciptanya pola gaya hidup dan budaya masyarakat di Hindia Belanda.
Kebudayaan Indis adalah monumen estetis hasil budaya binaan (Cultural construct)
dan imajinasi kolektif, serta ekspresi kreatif sekelompok masyarakat di Hindia
Belanda yang menggunakan dasar budaya Belanda dan Indonesia.“ kebudayaan dan
gaya hidup indis merupakan suatu fenomena historis, yaitu sebagai bukti
kreativitas kelompok atau golongan masyarakat pada masa kekuasaan Hindia
Belanda, baik dalam menghadapi tantangan hidup tradisional Jawa maupun gaya
Belanda di negeri Belanda. Tepat kiranya pendapat Adolph S. Tomars dalam tulisannya yang berjudul Class Systems and the Arts yang
menjelaskan bahwa hadirnya golongan masyarakat tertentu pasti akan melahirkan
pula seni dan budaya tertentu. Dengan menerapkan konsep Tomars ini penulis
memiliki landasan sosiologis yang kuat bahwa golongan masyarakat indis telah melahirkan
pula kebudayaan indis.
BAB
II
MASYARAKAT
PENDUKUNG KEBUDAYAAN INDIS
A.
Struktur
masyarakat dan kehidupannya
Kedatangan para bangsa
Belanda yang pada awalnya datang ke tanah jawa ini ingin berdagang, namun
kemudian , demi mengamankan sektor ekonomi dan perdagangannya akhirnya mereka
memilih untuk tinggal di jawa. Dengan kedatangan bangsa Belanda ke pulau jawa menyebabkan
pertemuan dua kebudayaan yakni kebudayaan barat yaitu Belanda dan kebudayaan
timur yakni Kebudayaan jawa, beserta kebudayaan yang terdapat di daerah
masing-masing kemudian bercampur sehingga kebudayaan bangsa Eropa dapat
mempengaruhi ketujuh unsure universal budaya utama yang dimiliki oleh bangsa
jawa .
Banyak dari bangsa Belanda yang
datang ke jawa menikahi orang pribumi dan memiliki keturunan-keturunan pribumi
baru. Kedudukan seorang keturunan Eropa di Hindia Belanda dapat ditentukan
berdasarkan tempat kelahiran ( di Negeri Belanda atau Hindia Belanda). Tempat
kelahiran akan menentukan status dari sebutan masyarakat, apakah seorang
tersebut murni keturunan Belanda atau tidak. Orang yang bukan merupakan murni
keturunan Belanda maka disebut Mestizen, Creolen dan Liplappen. Adapula
pengaruh Portugis yang tertinggal yakni:
Sebutan terhadap orang
yang terhormat yakni Signores dan keturunannya disebut Sinyo Oleh masyarakat
pribumi sebutan untuk keturunan pertama Belanda asli disebut grad satu atau
liplap, sedangkan yang kedua disebut grobiak, dan yang ketiga disebut kasoedik.
Golongan masyarakat yang dijabarkan diatas merupakan pendukung kuat dari
kebudayaan Indis.
Dalam pembangunan rumah
bergaya Indis, golongan pengusaha dan pedaganglah yang berperan dalam perubahan
budaya. Selain itu bangsa china dan arab juga terpengaruh untuk membangun rumah
bergaya Indis tersebut.
Gaya
indis merupakan suatu hasil perkembangan budaya campuran belanda dan pribumi
jawa, yang menunjukan adanya proses historis. Konsep dari gaya hidup indis
antara lain dapat dipahami melalui beberapa sudut pandang masyarakat yang
mendukung gaya
indis sebagai suatu factor yang bersifat sosio-psikologis. Oleh karena itu,
kita harus mengamati beberapa aspek berikut ini :
1. Aspek
Kognitif
Yakni berhubungan erat dengan tingkat
perasaan, yang sangat sulit untuk digambarkan dan diamati. Hal ini berkaitan
dengan berbagai aktivitas dan dengan meliputi berbagai objek.
Hal ini lebih sulit diartikan karena gaya indis berpangkal pada
dua akar kebudayaan yakni Belanda dan jawa yang memang sangat jauh berbeda.
2. Aspek
Normatif
Aspek ini memiliki arti yang sama dengan
aspek orientasi nilai, tujuan, normative dan kepercayaan. Aspek normative
mmenunjukan suatu keadaan yang dianggap sebagai hal yang berharga, yang akan
menjadi tuntutan dan tujuan untuk dapat memperoleh hidup yang lebih baik di
bawah kekuasan pemerintah kolonial.
Pada rumah tradisional jawa,
berbagai macam ruangan dalam rumah
tersebut tidak bercampur baur .
3. Aspek Afektif
Yakni tindakan dari suatu kelompok yang
menunjukkan situasi. Aspek ketiga ini dapat dikaitkan dengan aspek kehidupan
dalam berumah tangga, terutama komposisi keluarga yang tinggal di dalam sebuah
rumah. Dalam keluarga di eropa atau
belanda lazimnya hanya memiliki satu istri.
4. Komposisi
Sosial
Kehidupan keluarga menunjukan susunan masyarakat
jawa yang berbeda dengan masyarakat eropa. Gaya
hidup priyayi baru yang berpendidikan
ini mendekati gaya
hidup eropa, misalnya dalam hal berpakaian dan makan.bkan para pendatang
belanda
Gaya
hidup dan bangunan rumah indis sangat khas dengan budaya belanda, hal ini disebabkan bangsa
belanda membawa budaya murni dari negeri mereka.
B. Kebudayaan indis
Seperti yang telah dijelaskan di
awal, bahwa awal kehadiran belanda ke tanah jawa menghasilkan kebudayaan
campuran antara bangsa belanda dan bangsa jawa. Kemudian kebudayaan yang
didukung oleh segolongan masyarakat hindia belanda disebut kebudayaan indis.
Dengan terjadinya percampuran budaya tersebut bukan berarti budaya jawa lenyap
begitu saja, namun dengan peran kepribadian bangsa jawa dapat pula memberi
warna dalam kebudayaan indis.
Menurut para antropolog, ada tujuh
unsure kebudayaan yang bersifat universal,. Isi dari kebudayaan belanda yang
datang memperkaya kebudayaan Indonesia
dalam konteks tujuh unsur budaya universal itu adalah :
1.
Bahasa
(lisan maupun tertulis)
Pembauran antara bangsa belanda dengan
bangsa jawa mempengaruhi pula dalam hal komunikasi . percampuran bahasa indo
belanda telah berkembang sampai Batavia.
Di jawa tengah dan jawa timur , proses perpaduan antara bahasa belanda dengan
bahasa jawa terjadi hanya pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan indis.
Proses ini menimbulkan bahasa pijin atau bahasa campuran, yang pada umumnya
digunakan oleh orang-orang keturuna belanda dengan ibu jawa, oleh china
keturunan dan timur asing.
2.
Kelengkapan
hidup
Kelengkapan hidup disini dapat diartikan
semua hasil cipta yang digunakan untuk melindungi dan juga melengkapi sarana
hidup sehingga dapat memudahkan hidup manusia.
Karya tersebut berupa :
a. Rumah
tempat tinggal
Bentuk bangunan tempat tinggal dengan
ukuran yang besar dan luas, memiliki hiasan yang mewah , penataan yang rapid an
perabotan yang lengkap merupakan gambaran kekayaan pemiliknya dan status social
dalam masyarakat, memiliki prestise jabatan, penghasilan yang tinggi dan
pendidikan.
b. Kelengkapan
rumah tangga, missal : meja dan kursi
Kelengkapan rumah tangga seperti meja,
kursi dan almari merupakan hal yang baru bagi masyarakat suku jawa setelah
orang eropa datang ke nusantara. Kemudian disusul oleh para golongan bangsawan
dan priyayi yang mulai menggunakan peralatan tersebut.
Sementara itu, rakyat tetap menggunakan
peralatan rumah tangga yang sederhana, seperti tikar sebagai alat untuk duduk.
c. Pakaian
dan kelengkapannya
Cirri lain dalam gaya hidup pada zaman
itu yang banyak dipengaruhi oleh gaya
eropa yaitu tata busana. Karena pengaruh para pembantu rumah tangga dan para
nyai, kaum perempuan indis mengenakan sarung dan kebaya. Kain dan kebaya juga
merupakan pakaian sehari-hari dirumah oleh para perempuan eropa, kemudia para
indis pria menggunakan sarung dan baju takwo atau pakaian tidur bermotif batik.
d. Senjata
e. Alat
berkarya dan berproduksi
Bangsa belanda memperkenalkan alat untuk
berkarya atau alat-alat yang dapat digunakan untuk memudahkan kehidupan kepada
penduduk pribumi, misalnya mesin jahit, lampu gantung, lampu gas dan kereta
tunggang.
f. Kelengkapan
alat dapur dan jenis makanan
Hidangan yang berasal dari jawa seperti
soto, nasi goring, gado-gado, nasi rames, lumpia dan sebagainya. Begitu pula
dengan bangsa belanda yang juga turut memperkenalkan makanan-makanan dari
asalnya seperti beafstuk, resoulles,soep dan lain sebagainya.
3.
Mata
pencarian hidup
Pada pertengahan abad 19, belanda lebih
mengutamakan untuk melakukan penaklukan wilayah dari tangan bangsa pribumi
serta merebut perdagangan remppah-rempahdari saingannya, portugis dan inggris.
Selain itu belanda juga bertujuan untuk memperluas wilayah kekuasaan. Berbagai
usaha yang dilakukan oleh belanda dalam memperluas wilayah kekuasaannya dengan
membentuk lapangan pekerjaan untuk para masyarakat pribumi yaitu berupa
pekerjaan administrasi serta militer dan swasta. Semua kemampuan dibutuhkan
baik berupa kepandaian dan keterampilan maupun tenaga kasar. Prioritas utama
yakni pekerjaan diperuntukan kepada bangsa eropa atau belanda, apabila tidak
memenuhi syarat barulah diambil tenaga
golongan indo atau pribumi terpelajaruntuk lapangan kerja di pos-pos bawahan.
Pekerjaan yang menggunakan tenaga indo
eropa atau pribumi adalah sebagai berikut :
a. Prajurit
sewaan
Prajurit sewaan ini tidak hanya
diterapkan sebagai alat untuk membela diri dari serangan lawan, tetapi juga
sebagai modal untuk mencari keuntungan. Tentara sewaan digunakan atau dijual
apabila terjadi persengketaan di antara penguasa pribumi sendiri.
b. Pejabat
administrasi pemerintahan
Mereka bekerja untuk dinas sipil, mereka
juga yang menjadi pendukung utama budaya indis
c. Tenaga
kasar
Tenaga kasar ini tidak banyak berperan
dalam perkembangan kebudayaan indis karena mereka hanyalah buruh kasar, namun
ada segolongan pekerja kasar yang berperan cukup penting, yaitu pembantu rumah
tangga. Golongan ini lazim disebut babu untuk perempuan dan jongos untuk pria.
Pembantu rumah tangga umumnya hubungan yang dijalinnya akan sangat erat dan
akrab dengan majikannya.
4.
Pendidikan
dan pengajaran
Pada kelompok masyarakat disini, orang
muda di jawa harus mengikuti adat istiadat dan kebiasaan orang tua-orang tua
mereka. Dengan demikian, proses belajar dan penyampaian pengetahuan serta
nilai-nilai secara turun –temurun , dari mulut ke mulut dan berperan sangat
penting
5.
Kesenian
Kesenian mengupas dan meneliti sesuatu
hasil karta seni dari zaman ke zaman, dari berbagai suku bangsa dan tempat.
Untuk menilai tinggi rendahnya hasil karya seni dengan pasti atau mutlak,
memang bukan perkara yang mudah, bahkan dapat juga dikatakan tidak mungkin.
Gaya adalah bentuk yang tetap atau konstan yang dimiliki oleh seseorang atau
pun kelompok, baik dalam unsure, kualitas maupun ekspresinya.
Selanjutnya menurut Henk Baren stijl mempunyai
4 macam pengertian, yakni :
a. Objektieve
stijl
Yakni gaya dari benda atau barang itu
sendiri
b. Subjektieve
stijl atau persononlijke stijl
Yakni gaya yang dimiliki oleh seniman,
penulis, pemahat dan lainnya yang merupakan cirri hasil kerjanya
c. Stijl
massa atau
nationale stijl
Yakni gaya yang merupakan ciri atau
watak suatu bangsa
d. Technische
stijl
e. Yakni
gaya khusus yang berhubungan langsung dengan bahan atau materialnya, serta
tehnik yang digunakan.
Dengan
memahami macam-macam stijl tersebut, maka kita dapat dengan mudah memahami
penelitian hasil karya seni bangunan atau berbagai cabang seni yang lainnya.
Kemahiran
masyarakat jawa sudah memiliki kemampuan dan kemahiran dalam kesenian jauh
sebelum belanda datang ke nusantara. Namun sangat disayangkan karya-karya tulis
yang berkaitan dengan karya seni suku jawa jumlahnya dirasa sngat kurang.
Dikarenakan tidak disertai keterangan tertulis ada kesulitan pada waktu orang-orang eropa ingin meneliti .
Pada
tahun 1921 java institute, dalam kongresnya di bandung membicarakan hal tulisan
untuk music dan pendidikan atau sekolah tari dan musik. Pada tahun 1916
pangeran suryadiningrat dan pangeran tejo sudah lebih dulu membuka sekolah tari
dan musik gamelan. Kemudian pada 18 juni 1921 dalam kongres institute java mengadakan
pentas seni cerita jawa (sunda) lutung kasarung dan pentas ini yang pertama
kali ditampilkan di panggung proscenium dengan gaya eropa dan menggunakan
skrip.
6.
Ilmu
pengetahuan dan kemewahan gaya
hidup
a.
Peran penghuni dan pemilik pesanggrahan
menentukan perkembangan ilmu dan gaya hidup dapat kita lihat dari lima hal berikut :
-
Tentang pembudidayaan alam
-
Tempat pembudidayaan ulat sutra, Inilah
pertama kali tercipta kain sutra di hindia belanda, yang kemudian terkenal di
Eropa. Hal yang pada awalnya belum pernah terjadi.
-
Di pesanggrahan Molenvliet, Membangun
sebuah menara untuk meletakkan teropong , yang didirikan oleh Dr. Johan Maurits
Moor.
-
Pesanggrahan tanjung barat, Yaitu yaitu
sebuah pesanggrahan kuno memiliki sebuah bangunan gardu pemandangan dengan kubah
yang dipergunakan untuk melihat pemandangan keindahan alam sekeliling. Namun
sayangnya bangunan tersebut telah runtuh akibat ulah orang yang tidak
bertanggung jawab.
-
Jan Andries Duurkoop mendirikan tempat
penagkaran dan pembibitan pohon jati, kemudian pohon jati tersebut ditanam di
berbagai wilayah yang keadaan jenis tanahnya berbeda-beda. Andries Duurkoop
adalah orang yang patut mendapat pujian. Bataviasche Genootschap pun
mencatatnya sebagai pelopor.
Inilah
contoh yang dapat dijadikan petunjuk, bagaimana orang belanda menjadi pionir
dalam mengusahakan tanah perkebunannya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa dulu
orang-orang asing mengusahakan perkebunan dan itu berhasil.
b.
Pembangunan rumah mewah dan kemewahan gaya hidup indis
kekaguman terhadap kebudayaan indis
dirumah pesanggrahan Vander Parra yang megah itu. Mereka mencatatnya dalam
catatan perjalanan. Mereka juga sangat kagum dengan kesuburan tanah perkebunan
dan daerah sekelilingnya. Seorang pelancong dari Inggris Charles Frederick
Noble, menulis :
Tanah sekitar 10-12 mil disekeliling
batavia dengan bagus telah dibudidayakan oleh para tuan-tuan yang mempunyai
rumah pesanggrahan di luar kota.
Disini kebun-kebun dan tebat-tebat diatur dan disusun dengan gaya belanda, yang
selalu dipelihara dengan bagus secara rutin oleh beberapa budak yang terlatih
dengan baik. Pemilik-pemilik tanah tersebut juga ada yang memiliki rumah-rumah
yang bagus dan menyenangkan beserta kebun-kebunnya di pulau kecil di tepi-tepi
pantai batavia. Mereka bersama-sama datang dan pergi ke pulau-pulau itu dengan
mempergunakan perahu-perahu yang mungil sewaktu-waktu.
c.
Pembangunan rumah pesanggrahan
pembangunan rumah pesanggrahan oleh para
pembesar kompeni diawali dengan mendapatkan sebidang tanah berupa hutan. Para tuan tanah ini sering kali melaksanakan sendiri
perencanaannya dan diselesaikan oleh ahli bangunan pribadinya.
7.
Religi
Enkulturasi adalah suatu proses
pembentukan budaya dari dua bentuk kelompok budaya yang berbeda sampai
munculnya pranata yang mantap. Dalam pembahasan kajian teologi, enkulturasi
diartika sebagai rancang bangun teologi lokal. Proses enkulturasi tidak hanya
didukung oleh keseluruhan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial, tetapi juga
didukung oleh pengalaman-pengalaman sosial seperti bentuk ucapan atau bahasa,
tingkah laku, lambang dan simbol-simbol serta sistem kepercayaan.
Enkulturasi sebagai suatu proses dalam
perkembangannya berjalan melalui tiga tahapan gerakan proses :
1. Proses
enkulturasi ditandai oleh adanya pengenalan lingkungan sosial, penyesuaian adat,
serta terjalinnya relasi atau hubungan dalam interaksi sosial budaya.
2. Proses
enkulturasi ditandai dengan adanya koeksistensi dan proses menjadi plural yang
terjadi dilingkungan sekitarnya.
3. Sebagai
tahap akhir, proses enkulturasi diformulasikan dalam bentuk munculnya
sinkretisme kebudayaan, kesenian dan agama.
Kegagalan
dalam enkulturasi terjadi bila dalam prosesnya berkembang dengan sistem
pemaksaan, tidak luwes dan tidak bebas ataupun tidak lancar. Enkulturasi religi
diartikan sebagai rancang- bangun teologi lokal. Enkulturasi religi sebagai
rancang bangun lokal disebut inkulturasi. Sinkretisme kebudayaan dan agama ini
kemudian diimplementasikan dengan istilah lokalisasi, pribumian teologi,
konteksstualisasi dan inkulturasi.
Sinkretisme,
sebagai bentuk panduan dua unsur budaya dan agama, memiliki berbagai jenis
bentuk. Robert J. Schreiter C.P.PS membedakan jenis Sinkretisme itu dalam tiga
kelompok:
1. Sinkretisme
agama kristen dengan agama (kepercayaan) lokal
2. Sinkretisme
percampuran unsur-unsur bukan kristen
3. Sistem
keagamaan yang bersifat selektif dalam memasukan unsur-unsur kristen.
BAB
III
GAYA HIDUP MASYARAKAT INDIS
Pembangunan rumah tinggal di luar benteng Batavia makin
banyak karena keamanan di luar tembok benteng semakin aman dari amuk dan
serangan para penguasa pribumi. Rumah-rumah mewah (landhuizen) milik para pejabat tinggi VOC adalah tempat awal
berkembangnya kebudayaan indis. Dari Batavia, kebudayaan indis tersebar luas
dan berkembang diseluruh wilayah jajaran Hindia Belanda.
Kehidupan
mewah dan boros akibat keberhasilan dibidang ekonomi disebabkan oleh adanya
segolongan masyarakat indis di Batavia, khususnya mengacu pada kehidupan para
petinggi di weltevreden. Sementara itu, para pejabat bewahan di kota-kota besar
Jawa hidup mewah jika dibandingkan dengan kehidupan para raja dan bangsawan
Jawa. Tanda-tanda kebesaran sebagai lambang status seperti paying, sejumlah
pengiring, rumah besar, dan kepemilikan budak, ditiru dari kehidupan dan gaya
hidup keratin para raja dan bangsawan raja.
Salah
satu faktor yang menjadi petunjuk utama status seseorang ialah gaya hidupnya,
yaitu berupa berbagai tata cara, adaptasi istiadat serta kebiasaan berperilaku,
dan mental sebagai ciri golongan sosial indis.
Kedudukan
sebagai kelompok penguasa membuat masyarakat indis berupaya menjaga prestise
dan kedudukannya melalui berbagai cara agar dapat dibedakan dengan kelompok
lainnya. Kewibawaan, kekayaan dan dan kebesarannya ditampilkan agar tampak
lebih mewah dan agung dibandingkan dengan kelompok-kelompok masyarakat lain.
Hal demikian dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan kekuasaan mereka di
nusantara.
Berikut
ini dibahas gaya hidup kelompok masyarakat pendukung kebudayaan indis yang
terdiri atas pejabat VOC dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda, serta
kalangan pegawai swasta beserta anak keturunannya. Jumlah pejabat dan abdi VOC
diseluruh wilayah kekuasaannya, pada 22 Oktober 1664, tercatat tidak kurang
dari 25.000 orang sesuai dengan jumlah pegawai pemerintahan Hindia Belanda yang
berkuasa setelah VOC runtuh pada 1779.
Gambaran
gaya hidup masyarakat indis dapat diikuti dan lebih mudah dipahami lewat
berbagai berita tertulis berupa buah karya para musafir, rohaniawan, peneliti
alam, pejabat pemerintahan jajahan, termasuk berbagai buah karya sastra indis (Indische belletries). Selain karya
tulis, terdapat karya seniman berupa sketsa dan seni lukis yang memperkaya dan
mengisi celah-celah kekurangan berita tertulis. Rekaman berita tentang gaya
hidup masyarakat indis dari lapisan kalangan atas banyak didapatkan dari
berita-berita tersebut, sebaliknya, berita tentang gaya hidup masyarakat indis dari kalangan
bawah atau abdi VOC dan Pemerintahan Hindia Belanda sangat sedikit. Demikian
halnya dengan berita tentang peranan perempuan indis dari berbagai lapisan
sangat sulit didapatkan. Leonard Blusse
menyebutkan tentang kehidupan para perempuan indis semasa kekuasaan VOC,
seperti mencari jarum diantara tumpukan jerami. Langkanya data informasi
tentang hal ini membuatnya merasa mustahil mendapatkan data yang substansial
tentang perempuan-perempuan Batavia. Data arsip dari gereja sedikit membantu,
tetapi akta-akta gereja yang menyebutkan tentang perempuan juga tidak memuaskan
atau tidak banyak memberi kontribusi.
Untuk
mengungkapkan lebih luas tentang gaya hidup indis, berita karya tulis buah
tangan orang-orang Belanda yang datang di Nusantara sampai dengan runtuhnya
kekuasaan Hindia Belanda sangatlah berharga. Buku harian pelaut, surat dan
catatan perjalanan para musafir, laporan kompeni, banyak yang tersimpan
digedung arsip, baik di negeri Belanda maupun Arsip Nasional, Jakarta. Selain itu, hasil karya sastra
berbentuk roman, cerita pendek, sajak, sketsa, dan tulisan untuk pementasan
sandiwara semasa kekuasaan colonial di Hindia Belanda tidak luput dari
perhatian penelitian sejarah. Hasil karya para sastrawan tersebut dalam bahasa
Belanda disebut Indische belletries (sastera indis).
A.
Rumah Tangga dan
Rumah Tinggal Indis
Pada awal kedatangan Belanda di Jawa
rumah tempat tinggal orang Eropa didalam kastil Batavia mempunyai susunan
tersendiri yang secara umum mirip dengan yang terdapat di negeri asalnya.
Sementara itu Landhuizen atau rumah
tinggal diluar kastil dibangun dengan lingkungan alam timur, yaitu Pulau Jawa.
Adapun hasilnya adalah suatu bentuk campuran, yaitu tipe rumah Belanda dengan
rumah Pribumi Jawa. Sebagai hasil akhir berdirilah rumah-rumah bangunan gaya
indis dalam abad ke-18 sampai dengan runtuhnya pemerintahan colonial Belanda
dibawah pemerintahan balatentara Jepang pada 1942. Bangunan Landhuizen semula digunakan oleh
orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal diluar kota yang kemudian juga
didirikan di wilayah baru Batavia
(nieuve buurten). Corak bangunan rumah
tinggal yang demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau Hilversum,
Belanda.
B.
Kelengkapan
Rumah Tinggal
Didalam
Zaal (ruang) diletakkan perlengkapan
rumah, misalnya meja makan dan kelengkapannya serta almari tempat rempah-rempah
(de spijkast) dan meja teh (theetafel). Almari hias yang penuh
berisi piring cangkir porselen juga ada yang diletakkan didalam atau diatas
almari. Bahkan porselen-porselen itu ada yang diletakkan di rak-rak papan, pada
consol-consol atau deurpilaster.
Hiasan utama pada zaal ini adalah tangga (trap) yang di negeri Belanda lazim
diletakkan di voorhuis sedangkan di Batavia umumnya diletakkan disudut belakang
zaal. Tangga ini bukan wentelwltrap
(tangga naik melingkar) tetapi bordestrap
(tangga lurus langsung keatas) dengan baluster. Semua baluster utama berada pada awal dan
akhir, masing-masing pegangan tangan pada tangga (trapbroom) dipelihara dan mendapat perhatian khusus dibandingkan
bagian-bagian rumah lainnya. Baluster diukir halus dan mewah, serta dicat
dengan cat mahal. Kadang-kadang terdapat hiasan balusterkop sebagai stalactite
diatas tangga dalam zaal ini. Tangga ini diperindah lagi dengan cat warna
keemasan. Hiasan karya ukir yang demikian kaya dan mewah ini diduga tidak
mungkin dikerjakan oleh para ahli bangunan modern masa kini.
C.
Kehidupan
Keluarga Sehari-hari didalam Rumah
Satu
kebiasaan yang umum dilakukan bangsa pribumi Jawa pada pagi hari adalah pergi
ke kali. Hal demikian sangat biasa termasuk untuk para perempuannya. Kebiasaan
seperti ini yang membuat jamban terletak diluar rumah.
D.
Gaya Hidup Mewah Indis
Daur
hidup atau life cycle adalah suatu
rangkaian dalam perkembangan kehidupan seseorang untuk kembali ke status
aslinya dari satu tingkat ke tingkat berikutnya. Ada tiga peristiwa penting dalam
daur kehidupan manusia, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Daur hidup
lazim dirayakan dengan berbagai upacara.
Ada
tiga upacara daur kehidupan yang akan dibahas disini, yaitu kelahiran, pernikahan, dan kematian. Ketiga
upacara itu memiliki tujuan masing-masing. Upacara kelahiran dilangsungkan
untuk menyambut kehadiran anggota baru dalam suatu keluarga. Seluruh anggota
keluarga berharap si upik selalu dalam keadaan sehat dan selamat. Upacara
perkawinan diselenggarakan dengan mewah dengan harapan perkawinan yang baru
dijalani kedua mempelai berlangsung penuh leselamatan. Upacara perkawinan
lazimnya memerlukan biaya yang sangat besar bagi terselenggarakannya
perhelatan. Pada masa kejayaan VOC dan Hindia Belanda justru peristiwa kematian
yang yang mendapatkan perhatia istimewa. Kematian biasanya diiringi berbagai
upacara mewah dan memerlukan biaya yang sangat besar.
BAB IV
LINGKUNGAN PERMUKIMAN MASYARAKAT
EROPA, INDIS, DAN PRIBUMI
A.
Sumber sumber tentang Pola Lingkungan
Permukiman
Pola permukiman, bentuk
rumah tinggal tradisional dan bangunan rumah tinggal gaya indis tercatat dalam
berbagai sumber, sumber yang paling banyak adalah berita tertulis buah karya
orang Jawa, Belanda, serta orang asing lainnya.
1.
Berita dari Karya Tulis
Dalam disertasi
F.A Soetjipto tentang kota-kota pantai di sekitar selat madura
terdapat informasi tentang sumber sumber berita tertulis Pribumi, antara lain
berupa babd, kidung maupun serat, baik yang masih berupa manuskrip maupun yang
sudah dicetak dengan jumlah cukup banyak.
Manuskrip
tersebut antara lain Babad Negeri Semarang, Babad Tuban,
BabadGresik, Babad Blambangan, Babad Kitho Pasoeroean, Babad Lumajang, danBabad Banten.
Menggunakan sumber-sumber
berupa babad, serat atau cerita perjalanan seperti tersebut diatas memerlukan
ketelitian dan sikap kritis dalam memahaminya karena kitab kitab tersebut
memang dimaksudkan sebagai karya sejarah, tetapi lebih bersifat karya sastra.
2.
Sumber Tertulis dari Bangsa Eropa
Sumber
tertulis tentang pulau jawa yang berupa cerita atau laporan perjalanan sudah
ditulis orang eropa sebelum abad ke-17. Adapun yang khusus ditulis pada abad
ke-18 dan aband ke-19 cukup banyak, antara lain berupa Rapporten,
Missiven, Memories van Overgave, Reis beschrijivingen , Daaghregisters, dan Contracten.
Manuskrip
yang berupa berita tentang kota dan kehidupan masyarakatnya pada abad ke-18 dan
abad ke-19 banyak ditulis dalam kisah perjalanan di Hindia Belanda, hkususnya
Jawa.
Van
Ritter pada 1851 menulis buku tentang perbudakan yang kemudian dihapus beberapa
tahun kemudian. Juga ditulisnya tentang pakaian para tokoh penting Eropa, jenis
makanan, pakaian penduduk pribumi, serta tentang didirikannya rumah rumah
landhuizen dengan perabotan dan gaya hidupnya. Mereka menulis tentang kehidupan
dan kegiatan yang dilihatnya sepanjang jalan Batavia.
3.
Berita Visual
Berita
visual berasal dari karya lukisan, sketsa, grafis, dan potret. Selain berita
dari karya karya tulis yang sudah disebutkan pada sub-bab sebelumnya,
penggambaran kota, pemukiman, dan perumahan juga dapat diikuti secara visual
lewat lukisan para pelukis eropa yang datang ke indonesia. Likisan grafis
yaitu suatu lukisan dengan teknikencreux relief yang dipahatkan
pada lempengan tembaga atau perunggu sangat populer.
4.
Karya Berupa Fotografi
Karya
berupa fotografi sangat banyak tersimpan di Gedung KITLY Leiden dan
berbagai museum di Belanda. Menurut Gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia di Pejaten (jakarta) disebut oleh direkturnya ,
tersimpan tidak kurang dari 1.000.600 buah foto dari masa sebelum
perang dunia II.
Sejak
kehadiran apal kapal dagang Belanda pertama ke dunia timur mereka sudah membawa
serta para pelukis. Hasil tulisan mereka terutaman digunakan untuk kelengkapan
laporan kepada Heeren Zeventien di Belanda.
Kegiatan
melukis ini juga dilakukan atas dorongan Heeren Zeventien yang menugaskan para
pejabat untuk memperdalam ilu pengetahuan, sperti ilmu bangunan dan ilmu
tentang batu batu mulia.
B.
Mengamati Seni Bangunan Rumah dari Hasil
Karya Seni Lukis, Pahat, Foto, dan karya Sastra.
Mengenal
kembali suatu hasil seni bangunan rumah dari masa silam yang umumnya sudah
rusak merupaka hal yang menarik. Menarik karna materialnya yang lapuk dimakan
zaman, diubah bentuknya atau dirombak karna tidak sesuai lagi dengan
selera zaman. Adapun benda benda lain berupa karya lukis, karya sastra, foto
gravir, sketsa, relief, atau benda lain seperti maket yang dibuat oleh museum
atau lembaga lembaga penelitian.
Melalui
karya seni lukis, foto gravir, relief dan karya sastra kini orang dapat
mengetahui hasil seni bangunan rumah dan perabotan milik bangsa belanda dan
anak keturunannya di indonesia.
Dalam
seni lukis abad ke-17 sampai abad ke-19 sedikit sekali kemungkinan para pelukis
memalsukan objek yang dilukis. pendapat ini didasarkan atas beberapa
alasan. Pertama, para pelukis naturalis yang hidup pada abad
ke-17 sampai abad ke-19 adalah pengikut yang terpengaruh oleh gaya periode
Renaisans dan Barok. Pada masa itu “naturalisme” dan “akademisme”
hidup dengan subur dikalangan seniman lukis eropa.
Kedua,
beberapa penulis dan pelukis lazim menggambar bangunan rumah serta pemandangan
alam sekitarnya.
Ketiga, terdapat
adanya suatu kebiasaan para pembesar zaman VOC dan Hindia Belanda, terutama
pada gubernur jendral di Batavia dan para bangsawan kaya, meminta seniman untuk
melukis rumah tempat tinggi dan keluarga mereka sebagai kebangsaan atau kenang
kenangan keluarga.
Peranan
lukisan dan hasil pemotretan dari masa sebelum Peran Dunia II makin besar
nilainya bagi sumber penelitian sejarah karna banyak bangunan yang hancur
akibat perang dan revolusi.
Salah
satu pelukis belanda yang paling banyak melukis seni bangunan para indis
salahsatunya ialah J. Rach. Rach banyak melukis bangunan kota dan benteng serta
rumah orang orang terkemuka di batavia dan kota kota pantai di jawa.
Pelukis
terbagus dari abad ke-17 yaitu Jacob Jensen Coeman
kelahiran Amsterdam ia datang ke indonesia pada 1663. Ia menikah
tahun 1670 dengan Cornelia Van Rijn, putri pelukis Rembrandt Van Rijn dan
Hendrickje Stoffles. Coeman tinggal di Hindia Belanda 20 tahun lamanya.
C.
Pola Pemukiman Masyarakat Indis di Kota,
Propinsi dan Kabupaten di Jawa
Peter
J.M Nas membahas tentang kota yang dibedakannya kedalam 4 macam, yaitu: (1)
kota awal indonesia, (2) kota indis, (3) kota kolonial, dan (4) kota modern.
Kota awal indonesia disebut memiliki struktur yang jelas mencerminkan tatanan
komologis dengan pola pola sosial-budaya yang dibedakan dalan dua tipe, yaitu:
(a) kota pedalaman dengan ciri ciri tradisional-religius, dan (b) kota kota pantai
yang berdasarkan pada kegiatan perdagangan.
Sejak
awal pembentukannya sebagai kota, Batavia dijadikan pusat penguasa kolonial di
indonesia.
Budaya
indis yang berkembang subur pada aband ke-18 sampai abad ke-19 dan berpusat di
wilayah wilayah tanah partikelir dan di lingkungan Indische
landhuizen. Pada permulaan abad ke-20 kebudayaan ini bergeser ke
arah urban life seiring dengan hilangnya pusat pusat kehidupan
tersebut.
Ada
3 ciri yang harus diperhatikan untuk dapat memahami struktur ruang lingkup sosial
kota kolonial, yaitu budaya, teknologi, dan struktur kekuasaan
kolonial. Kota kota besar seperti Batavia,
Semarang, Surabaya dan Bandung harus ditelaah dari
keterkaitan erat ketiga dimensi tersebut.
Dalam
perjalanan kunjungan di berbagai kota pada 1923, Berlage menyebutkan
bahwa kota Semarang adalah kota terbagus dan terbersih di pulau jawa. Hal ini
tidak saja karna rencana perluasannya merupakan hasil karya Plate dan Kaarsten,
tetapi juga desain bangunan bangunan dibuatnya dengan perubahan besar.
Sementara
itu H. Maclaine Pont, kawan Kaarsten yang juga menaruh minat pada arsitektur jawa, mengakui
bahwa bangunan di Solo sapat menerimanya, sedangkan Yogyakarta lebih berpegang
teguh pada keaslian seni budaya tradisional.
Pengaruh
Belanda dan mazhab-mazhab Eropa berhasil memperkuat dan memberi alat untuk
menanggulangi kekurangan-kekurangan dalam cara membangun kota atau rumah, dan
membantu dalam hal memberikan petunjuk tentang konstruksi bangunan, organisasi,
dan metode dalam membangun rumah pada masyarakat jawa.
Ahli-ahli
bangunan jawa tradisional mempunyai organisasi tersendiri. Yang menarik adalah
tradisi yang bertumpu pada kewajiban sambatan (gotong royong),
yang juga dolakukan pada saat mereka membangun tempat tinggal kepala-kepala
desanya.
Unsur
utama kkehidupan seni bangunan jawa adalah adanya keharmonisan dengan alam
sekitar. Di berbagai daerah di jawa masih banyak ditemukan bentuk gaya asli,
bahkan terdapat suatu kesatuan dalam gaya bangunan, contohnya:
(1)
Yang paling sederhana adalah bangunan cungkup
kuburan jawa, yang selalu terletak ditempat terpencil (kiwa).
(2)
Tradisi bangunan rumah tempat tinggal jawa,
termasuk yang berada didalam kota, mencoba menyesuaikan dengan alam sekeliling
sebagai latar belakang.
(3)
Mereka tahu dan mengerti tentang adanya tempat-tempat
keramat atau yang sangat ideal bagi hidup mereka di desa, seperti
pancuran-pancuran air dan sumber mataair.
(4)
Gambaran monumental sesuai dengan gambaran
ide keindahan sebuah lingkungan kota lama di jawa dapat diamati di kota
Yogyakarta. Kompleks Keraton Yogyakarta, termasuk perkampungan di sekitarnya,
merupakan tempat tinggal sultan dan para bangsawan serta hambanya.
Maclaine
Pont berpendapat bahwa pada awal abad ke-20 bangunan kota-kota di pulau jawa
sudah banyak menerima pengaruh seni bangunan Belanda. Pemukiman dan tempat
tinggal penduduk di Kepulauan Hindia Belanda terbagi sesuai dengan golongan dan
kebangsaannya. Ada empat golongan kebangsaan, yaitu:
1. Anak
negeri atau bangsa Pribumi
2. Orang
yang disamakan dengan anak negeri
3. Orang
Eropa
4. Orang
yang disamakan dengan bangsa Eropa
D.
Upaya Mencukupi Kebutuhan Perumahan Kota
Perkembangan
dan perluasan kota-kota besar di Jawa dan diberbagai tempat menimbulkan
kekurangan rumah tempat tinggal bagi penduduk kota. Hal demikian tidak dapat
dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Berbagai upaya masyarakat pun dilakukan
untuk mengatasi kesulitan tersebut. Pada beberapa kota didirikan pengusahaan
tanah oleh pemerintah kotapraja.
Dari
sudut ekonomi, pembangunan rumah dapat juga dimaksudnkan untuk mencari untung.
Perusahaan mendirikan rumah-rumha berukuran kecil untuk disewakan dan untuk
menyimpan modal kekayaan yang pasti menguntungkan.
E.
Penggunaan Unsur Seni Tradisional dalam
Rumah Gaya Indis
Upaya untuk
mewujudkanpenggunaan unsur-unsur seni bangunan tradisional setempat (khususnya
Jawa) telah dilontarkan oleh seorang penulis dengan nama samaran Reflector
didalam Indisch Bouwkundig Tidschrift. Reflector mengutip dari
harian De Locomotif, terbitan 30 Juli 1907. Ia menyebutkan, Ch. Meyll bertutur
bahwa arsitek Inggris di India berhasil dalam ciptaan-ciptaannya
dengan mendapat ilham dan mencotoh arsitektur tradisional pribumi India yang
ada di sekeliling mereka.
Refletor
menyetujui dan mengharapkan, hendaknya para ahli di Hindia Belanda terpanggil
dan sadar untuk bangun dan mengambil sumber-sumber inspirasi dari bumi Hindia
Belanda yang tidak ada habis-habisnya, antara lain dengan mengambil
contoh-contoh dari arsitektur hasil karya bangsa yang dianggapnya lebih rendah
atau tidak beradab. Ia
menganjurkan
pula hendaknya jangan memiliki sentimen dan menolak menguunakan unsur-unsur
budaya bangsa Pribumi.
BAB
V
RAGAM
HIAS RUMAH TINGGAL
A. Tentang hiasan rumah tinggal
Arsitektur
sendiri dianggap sebagai perpaduan karya seni dan pengetahuan tentang bagunan. Arsistektur
juga membicarakan berbagai aspek tentang keindahan dan konstruksi bangunan.
Marcus vitruvius pollio adalah yang pertama kali mencetuskan konsep ini pada
abad pertama sebelum masehi. Pengetahuan yang ia peroleh dari nenek moyangnya
bangsa Romawi. Karyanya yang berjudul De
Architectura libri Dacem di duga telah mengilhami banyak orang.
Gerakan
renaisans, yang lahir pada awal abad ke-15, menggugah banyak orang untuk
meneliti dan mempelajari teori-teori arsitektur
dan kebudayaan Romawi kuno. Beruntunglah bahwa kemudian Pagio Braccioli
menemukan manuskrip asli viltruvius tersebut di Perpustakaan Saint Gall Monestry pada 1414. Temuan
tersebut kemudian di serahkan kepada temanya Leone Batista Alberti, seorang
ahli sastera dan budaya klasik Yunani.
Alberti
kemudian menulis kitab dengan judul De Re
Aediri Catoria, yang terbit pada 1485 sebagai karya Posthumos di Florence. Kitab ini kemudia di teruskan oleh Giocomo
di Barozi dan Vignola (1564) hingga akhirnya buku itu di pakai sebagai pegangan
atau pedoman arsitektur selama beberapa abad. Akhirya, waktu Andrea Palladio
mengembangkan buku-buku tersebut pada abad ke-16 di vicenza, kitab B. Albert
ini menjadi sangat terkenal.
Menurut
Marcus Vitruvius Pallio tiga unsur yang merupakan faktor dasar dalam arsitektur
yaitu:
a. Kenyamanan
(convenience)
b. Kekuatan
atau kekukuhan (strength)
c. Keindahan
(beauty)
Ketiga faktor tersebut saling berhubungan dan selalu
hadir dalam struktur bangunan yang serasi.
Salah
satu elemen dalam dunia arsitektur adalah ornamen atau ragam hias. Ragam hias
berhubungan dengan segi keindahan suatu bangunan. Kelompok bohemianisme
berpendapat bahwa kreatif seorang seniman sudah semakin menyatu dan hadir pada
segala aspek di kehidupan sehari-hari.
Beberapa
abad lalu, arsitektur Eropa identik dengan gaya Reinaisans, Barok, Rakoko,
Empire dan sebagainya. Gaya arsitektur tersebut banyak menerapkan ragam hias
atau ornamen yang memang mampu menonjolkan ekspresi alami pada bangunan. Namun
perkembangan industri rupanya telah membuat keindahan karya seni bangunan jadi
terlupakan ini di duga terjadi akibat tidak adanya kontrol yang ketat pada
kehidupan sosial manusia kala itu. Sehingga banyak arsitek yang tidak lagi
menerapkan ragam hias pada bangunan. Ininterjadi karena berbagai perubaghan
cara pandang terhadap nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Abad
ke-19 di kenal sebagai periode elektrik, yaitu suatu periode gaya hidup yang
menerapkan cara pandang serba praktis. Orang lebih mementingkan fungsi,
sehingga ornamen atau ragam hias di anggap tidak penting. Pada periode ini
karya seni di ciptakan bukan lagi menunjukan untuk menghadirkan keindahan atau
seni murni (pure art). Banyak orang
menghasilkan karya seni tiruan yang memiliki fungsi dalam kehidupan
sehari-hari.
Banyak
bagian bangunan yang di buat dengan cara menjiplak dengan bahan tanah liat atau
gips. Ornamen bangunan diciptakan dengan meniru masterpiece yang sudah ada dengan demikian benda arsitektur jadi
bernilai seni rendah.
Pada
tahun 1938, seorang sarjana bernama Walter Gropius menyebutkan bahwa sepanjang
pengetahuan oranamen yang memiliki keindahan harmoni sepanjang masa umumnya
merupakan hasil karya jenius umat manusia yang penuh perasaan. Sejak abad ke-20
banyak benda tidak lagi memerlukan hiasan. Misalnya truk atau kapal yang
digunakan untuk sarana angkutan besi batangan. Demikian dengan rumah, rumah dan
interiornya tak lagi dihias karena memang dianggap tidak perlu. Hal ini di
anggap suatu dilema. Suatu produk karya jika di hasilkan secara massal akan
menjadi sekadar barang industri.
Ada
pendapat yang menyebutkan bahwa ornamen di gunakan karena diilhami dua faktor
pertama faktor emosi kedua faktor teknik. Fator emosi yaitu hasil cipta yang di
dapat dari kepercayaan, agama dan magis (untuk mendapat kekuatan gaib)
Dari
sudut teknik yang menjadi masalah ialah dari bahan apakah benda-benda itu di
buat dan bagaimana membuatnya? Inilah yang menjadi pertanyaan tidak saja
tentang bagaimana pengrajin bekerja, tetapi juga berhubungan dengan hal yang
disukai masyarakat. Pendekata tersebut di atas menjelaskan bahwa pertama kreasi alami, konvensional dan
bentuk hiasan abstrak adalah suatu karya yang sangat di hargai pada masa
lalu. Ada
juga perkembangan atau pertumbuhan dari suatu waktu ke waktu yang lain,
misalnya zaman Yunani dan Romawi kun, zaman louis XIV yang dii teruskan louis
XV yang berbeda dengan gaya
Empire atau Napoleon. Jadi, suatu hal yang sama dapat mempunyai arti yang
berbeda misalnya gambar lotus, garuda dan sebagainya. Kedua pertengahan abad 20
lahir zaman Maneirisme yang berkembang di seluruh Eropa. Hal yang demikian ini
dapat terjadi karena kondisi kebuadayaan suatu zaman atau teknik pembuatanya.
Manusia dari suatu zaman atau bangsa menyukai ornamen yang naturalistik karena
pada zaman dulu (purba) orang melukiskan sesuatu secara naturalistik. Segala
sesuatu di hubungkan dengan kepercayaan.
Bart
van der Leck di dlam tulisanya berjudul The
place of modern painting in
Architecture, berpendapat bahwa pada suatu waktu seni lukis terpisah dengan
sendirinya dari arsitektur dan berkembang dengan bebas.
Berikut
ini penjelasan lima indikasi seni bangunan dan seni lukis. Pertama seni lukis
modern adalah karya seni yang meninggalkan naturalisme yang terdapat pada seni
plastis atau (pahat patung) kedua seni lukis modern bersifat bebas, terbuka dan
berlawanan dengan seni asitektur. Ketiga seni lukis modern penuh dengan
warna-warna dan bidang yang bertolak belakang dengan arsitektur yang tidak
banyak menggunakan warna-warni seperti karya lukis. Keempat seni lukis modern meliputi proses penciptaan
bentuk plastis pada bidang datar yang menghasilkan suatu kontras dengan
permukaan bidang datar yang terbatas pada bangunan. Kelima seni lukis modern
memberi bentuk plastis pada bidang datar dengan pertimbangan yang tepat dan
imbang (constrated with balaced support
and weight)
Demikianlah
beberapa permasalahan yang berhubungan dengan ragam hias pada seni bangunan.
Patung modern kini sudah meninggalkan gaya naturalisme
B. Bentuk Atap dan Hiasan Kemuncak
Dari
masa awal abad ke 20 terdapat suatu keganjilan apabila di bandingkan dengan
bagaiman masyarakat yang tinggal dipulau sekitarnya yaitu Bali dan sumatera.
Orang
sumatera membangun rumahnya dari bahan kayu sedangkan orang bali dari tanah
liat yang di jemur dengan batu bata
Dari
peninggalan rumah kuno kotagede (pasar gede), yokyakarta dan laweyan solo orang
mendapatkan rumah dari batu bata yang di buat kasar dan jelek dengan
lorong-lorong sempit sehinggan berjalan atara dinding-dinding rumah dari
tembok. Pada umumya bangunan pribumi di Jawa dibuat dari bahan yang murah,
berdinding bambu (gedheg), beratap daun pohon palem atau rerumputan (atep,
welit).
Di
jawa barat keadaanya lebih bagus, rumah-rumah di bangun dengan batang-batang
tiang kayu dengan lantai papan-papan kayu, sedangkan atapnya dari ijuk dan
dindingnya juga dari bambu. Hanya di pusat-pusat pemerintahan atau tempat
keramaianlah terdapat rumah batu. Kebanyakan rumah bangsa pribumi terbuat dari
bambu yang di kerjakan secara kasar, diantaranya bahkan serambi depan atau
belakang. Perbedaan yang mencolok ini dapat disebabkan oleh keberuntungan atau
kesejahteraan hidup orang cina atau arabdan dapat juga disebabkan oleh
penjajahan atau pengisapan habis-habisan oleh penjajah. Yang jelas rumah orang
cina atau arab lebih terpeihara dengan perabotan yang baik sebagai
kelengkapanya.
Rouffaer
berpendapat bahwa untuk wilayah jawa tengah kayu jatilah yang terbaik karena
material kayu (khususnya jati) adalah yang terbagus dan banyak terdapat di jawa
tengah. Menurutnya bangunan dengan perekat (leembouw) tepat untuk daerah
kering.
C. Hiasan Kemuncak Tadhah Angin dan
Sisi Depan Rumah
Di
indonesia khususnya Jawa hiasan di bagian atap rumah kurang menadapat
perhatian. Banyak rumah penduduk di Demak, Jawa Tengah pada bubungan atapnya
terdapat hiasan berupa deretan lempeng teracotta
yang di wujudkan seperti gambar tokoh-tokoh wayang berderet-deretdengan
gambar gunungan tepat di tengah-tengah.
Rumah-rumah
minangkabau berkemuncak seperti tanduk kerbau disamping hiasan pahatan pada
bagian-bagian dindingnya seperti halnya rumah rakyat Batak Karo. Tradisi
menyebutkan bahwa hiasan kepala kerbau atau tanduknya adalah lambang kesuburan
tanah dan juga sebagai penolak roh-roh jahat.
Kehadiran
bangsa-bangsa eropa di indonesia sejak awal abad ke-16 mempengaruhi bebragai
unsur kebudayaan diantaranya juga dalam hal hiasan kemuncak bangunan rumah. Di
Belanda dulu banyak rumah-rumah penduduk pada atapnya diletakan wind wijzer (penunjuk arah angin) yang
juga berfungsi sebagai hiasan rumah. Di Perancis banyak orang membuat penunjuk
arah angin sebagai penghias kemuncak bangunan yang disebut girovettes sedang penunjuk arah angin yang berputar-putar disebut wire-wire.
Pada
abad pertengahan tidak semua orang dapat dengan sekehendak hati membuat windvaan
karena ada ketentuan-ketentuan tertentu olehg penguasa baik tentang bentuk
maupun perwujudannya.
Pada
abad ke 15 bangsawan tinggi mengunakaan windvaan sebagai hiasan mahkota (kroon). Umumya windvaan terbuat dari
logam dengan warna-warna menyala yang dapat terlihat dari kejauhan.
Di
Eropa sekarang khususnya di negeri Belanda hiasan kemuncak yang berupa penunjuk
arah angin dengan bermacam-macam usaha atau pekerjaan pemiliknya, misal bentuk
jantera alat pintal (roda alat tenun) terdapat di lota Leren, gambar bajak
(alat untuk membajak tanah). Lukisan pada kemuncak rumah-rumah penduduk
tersebut sudah barang tentu merupakan usaha pemiliknya untuk memperindah
bangunan.
Cara
membuat dan meletakkan hiasan kelapa kerbau pada bangunan di Batak atau di
Sulawesi misalnya di sertai dengan upacara-upacara khusus.
Tentang
hiasan kemuncak bangunan sakral seperti
masjid, gereja, pura ataupun candi, mempunyai arti tersendiri. Di kota-kota
jawa sekarang banyak bangunan masjid menggunakan atap meru dengan di beri
kemuncak kubah kecil yang juga disebut mustaka atau mustika.
Bangunan
candi mempunyai hiasan kemuncak ratna, stupa, atau kubus. Hiasan banguna
kemuncak gereja, setelah zaman gothik berakhir. Sejak zaman yunani kuno ayam
jantan di nobatkan sebagai lambang kecerdasan, keberanian dan suka berkelahi .
Sesuatu
yang menarik dan juga menjadi ciri khusus sauatu karya seni ialah adanya
beberapa faktor makna simbolik. Misalnya bentuk jenis tumbuh-tumbuhan tertentu
seperti bungan kubis atau dau kaktus, merupakan ciri bangunan gereja; huruf
arab kaligrafi dengan bemtuk arabesk merupakan ciri hiasan majid. Umumya rumah
gaya inidis beragam hias sederhana kecuali orang Cina yang kaya. Seperti
rumah-rumah di Eropa, bangunan rumah di negeri Belanda bagian depan (topgevel) dan kemuncak depan (geveltoppen) mempunyai variasi hiasan
bermacam-macam.
Di
negeri Belanda umumnya bangunan rumah masa kini dibuat dari batu. Tetapi sampai
pertengahan abad ke-15 rumah umumnya terbuat dari kayu. Karena terjadi
kebakaran rumah di buat dari batu seperti atap sisi depan rumah juga masih
banyak yang di buat dari kayu. Bangunan rumah kaytu yang setengah batu itu
memiliki atap sisi depan meruncing. Di jawa bentuk semacam ini menjadi ciri
umum bagunan rumah gaya indis awal abad ke-19. Pada dekade terakhir ini gaya
bangunan indis mulai banyak digunakan pada akhir abad ke-20 ini diduga karena
derasnya arus kehadiran orang Eropa untuk menangani perusahaan-perusahaan
perkebunan, pelayaran bank dan sebagainya.
Rumah-rumah
yang didirikan sebelum Abad pertengahan di negeri Belanda juga bangunan rumah
semasa zaman gotik misalnya atap sisi depanya berbentuk runcing dan itu
merupakan ciri umum gotik. Namun sesudah zaman Renaisans atap berbentuk jenjang
atau (trapgevel). Dalam lukisan karya
Vermeer misalnya rumah-rumah dengan bentuk atap runcing atau jenjang di lukis
dengan bagus berderet sepanjang jalan di Belanda bentuk bagian depan atap
seperti ini di Jawa jarang di buat orang. Di kota Yogja atap semacam ini di
jalan Malioboro. Sisi depan atap rumah gatya indis berbentuk runcing menjorok
ke depan (tuitgevel), suatu bentuk yang lazim di gunakan untuk bangunan gudang (pakhuizen), yaitu menggunakan tadhah
angin berbentuk segitiga (tijmpanon)
dengan di beri pelipit papan kayu dengan hiasan pada puncaknya.
Hiasan
kemucak tadhah angin (typanon atau geveltoppen) bervariasi dari hiasan
sederhana berbentuk sumbu kemuncak nokspil hingga ornamen-ornamen bagus.
Berbentuk segitiga yang terdiri atas papan-papan kayu yang di susun vertikal.
Satu
atau dua bagian voorschot disebut windveen. Adapun yang memanjang miring ke
atas berjajar dengan makelaar lazim disebut windveen
atau windring (tadhah angin)
Banyak
rumah petani di Belanda menggunakan hiasan yang disebut runeken ini sebagai simbol kesuburan
Mengenai
arti simbolik hiasan angsa diatas oeloberd. Disebutkan bahwa angsa dulu adalah
sebagai tanda kepemilikan padang rumput seluas tanah yang di kelilingi parit (gracth) dengan angsa-angsanya. H. Wirth
dan A. Agustin menyebutkan bahwa hiasan angsa pada oeleborden mengingatkan
orang pada sepasang burung simbolik dari Jerman Utara, bahwa matahari terbit
sebelah timur melintas cakrawala
sepanjang awal perjalanan ke bahagiaan.
Sejarah
lambang-lambang yang di pahatkan pada papan lis tadhah dapat di bedakan menjadi tiga babakan waktu
yaitu:
(1) Lambang
dari masa Pra-Kristen (zaman kekafiran Jerman)
(2) Masa
kristen berupa lambang gambar salib, gambar hati (heart), jangkar (angker)
yaitu sebagai lambang kepercayaan, harapan kejujuran atau kesetiaan dan
(3) Khusus
lambang-lambang dari agama Roma Katolik yaitu berupa miskelk dan hostie.
1.
Macam-macam
hiasan kemuncak dan atap rumah
a. Penunjuk
Arah Tiupan Angin (windwijzer)
Disebut juga windvaan dalam bahasa
perancis disebut girovettes dan apabila dapat berputar-putar disebut wire-wire
b. Hiasan
puncak atap (nork Acroterie)
Dulu di gunakan untuk mengias rumah
petani. Hiasan terbuat dari daun alang-alang (stroo) sebagai prototipe
c. Hiasan
kemuncak tampak depan (geveltoppen)
Bentuk segitiga pada depan rumah disebut
voorschot
1. Lambang
Manrune
2. Hiasan
uilebord
3. Hiasan
berupa makelaar
4. Hiasan
pasi dan mterial logam
2.
Ragam
Hiaspada Tubuh bangunan
Selain terdapat di
kemuncak (topgevel) dan tadhah adalah angin (tympanon) ragam hias juga juga
terdapat di bagian tubuh bangunan, misalnya pada lubang angin yang terletak di
atas pintu jendela.
Lubang angin pada rumah
gaya indis di Jawa hanya dihias sederhana saja, yaitu lukisan beberapa anak
anak panah yang di ujung-ujungnya menuju ke arah pusat. Pada bangunan besar,
seperti istana gubernur jenderal kraton raja-raja Jawa Yokyakarta dan solo batang
tiang bagian dalamnya (pagelaran, serambi, depan dan belakang) dihias dengan gaya ionia dan Khorinthia.
Sementara itu gaya
ionia sesuai dengan watak jiwa bangsa ionia yang menyukai keindahan dan
keserasian.
Gaya
korinthia diciptakan oleh para penguasa kota korinthia yang kaya dan makmur
pada abad ke 5 sebelum masehi.
Gaya
ionia dan orinthia banyak digunakan untuk menghias bangunan-bangunan besar dan
megah milik para raja atau pengusaha jajahan, khususnya untuk batang-batang
tiang sisi dalam bangunan . sebagai contoh, gaya
ini di Jawa terdapat di istana presiden di jakarta,
gedung Agung di Yogyakarta serta pagelaran keraton surakarta dan yogyakarta. Bangunan pagelaran
adalah bangunan tradisional Jawa , namun gerbang dan empernya yang di sangga
batang-batang tiang gaya komposit untuk menyangga atap serambi (saka
emper) keratom kesultanan dan bekas rumah gubernur (kini gedung agung
yogyakarta)menjadikan bagunan tampak lebih megah. Batang tiang gaya korinthia
dan komposit di keraton dan bangunan rumah penguasa di Hindia Belanda
kebanyakan di buat dari bahas besi cor yang di iimpor dari Jerman.
Penggunaan tiang gaya
Doria, Ionia, Korinthia dan komposit
disesuaikan dengan pandangan filsafat Yunani dan Romawi kuno.
BAB
VI
KESIMPULAN
Kehadiran
bangsa Eropa khususnya Belanda yang menjadi penguasa pada masa itu menimbulkan
kebudayaan campuran yang disebut kebudayaan Indis. Kebuadayaan Indis merupakan
perpaduan antara dua kebudayaan, yaitu kebudayaan Indonesia dan kebudayaan
Eropa. Kebudayaan campuran ini mencangkup tujuh aspek unsur universal budaya
bangsa, seperti yang dimiliki oleh semua bangsa di dnia. Dengan demikian,
kebudayaan Indis adalah kebudayaan yang merupakan kepanjangan kebudayaan Indonesia,
yang terdiri atas kebudayaan Prasejarah, kebudayaan Hindu-Budha, dan kebudayaan
Islam di Indonesia. Kebudayaan Indis di Indonesia berakhir sesudah balatentara
Jepang mengalahkan penguasa Hindia Belanda pada 1942. tetapi di negeri Belanda
ternyata kebudaan Indis masih tetap hidup. Di berbagai kota di Belanda terdapat
Indische restaurant, dengan hidangan Indische rijsttafel yang terdiri atas
sate, nasi goreng, sambal goreng, wedang sekoteng, dan sebagainya.
Kebudayaan Indis ada
yang secara positif berperan penting dalam perkembangan kebudayaan Indonesia
modern, yaitu sistem pendidikan dan seni (seperti seni drama, seni musik),
kebiasaan menghargai waktu, serta kemajuan berbagai bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan.
Daftar Pustaka